kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   -13.000   -0,85%
  • USD/IDR 16.200   -20,00   -0,12%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Anggaran mini, pembangunan waduk pun minim


Senin, 27 Januari 2014 / 19:09 WIB
Anggaran mini, pembangunan waduk pun minim
ILUSTRASI. Daun singkong.


Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Minimnya dana untuk pembangunan dan pengelolaan waduk menjadi kendala dalam menampung air agar tidak terjadi banjir. Hal itu diungkapkan Asisten Deputi Menteri Infrastruktur Sumber Daya Air Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia Purba Robert M. Sianipar. 

Menurutnya dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 alokasi dana untuk penampungan air baik itu waduk, embung, dan situ hanya Rp 10,29 triliun. Artinya setiap tahun alokasi dananya hanya Rp 2 triliun.

Alokasi dana ini termasuk pembangunan baru, rehabilitasi, operasional serta perawatan. Alokasi dana ini ditegaskan Purba sangatlah minim. "Dana Rp 5 triliun per tahun pun masih kurang," ujar Purba kepada KONTAN, Senin (27/1).

Padahal kata Purba, pembangunan waduk membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Waduk Jati Gede misalnya. Waduk ini berkapasitas 980 juta meter kubik yang membutuhkan investasi mencapai Rp 4 triliun.

Minimnya dana tersebut membuat pembangunan waduk baru menjadi sulit direalisasikan. Tidak heran apabila kemudian jumlah waduk di Indonesia sangat sedikit, yaitu hanya berjumlah 261 waduk. Selain jumlah yang minim, kapasitas tampung waduk Indonesia pun rendah.

Purba menjelaskan kapasitas tampung per kapita per tahun waduk di Indonesia hanya 54 meter kubik. Idealnya harus di atas 1.000 meter kubik dengan melihat jumlah penduduk Indonesia saat ini yang sudah mencapai 240 juta jiwa. Alhasil ketika curah hujan tinggi akan terjadi banjir karena waduk-waduk di Indonesia tidak mampu menampung air.


Minat investor pun masih minim untuk masuk ke sektor ini. Investor mau masuk jika pembangunan waduk yang akan dibangunnya mempunyai manfaat. Seperti halnya yang terjadi di Kalimantan.

PT Inalum menanamkan modalnya membangun waduk di daerah pengolahan alumina-nya karena waduk tersebut dapat digunakan sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) bagi operasionalnya. Sebab jika menggunakan listrik dari PLN, biaya produksi akan tinggi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×