kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.515.000   10.000   0,66%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

Ancaman Resesi Global, Ini Kata Pefindo


Selasa, 28 Juni 2022 / 21:03 WIB
Ancaman Resesi Global, Ini Kata Pefindo
ILUSTRASI. Ilustrasi krisis ekonomi.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Hendro Utomo buka suara terkait resesi globa. Ia menyebut resesi global akan menambah beban keuangan pemerintah dan korporasi baik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun swasta, terutama dipicu oleh kenaikan suku bunga dan pelemahan kurs rupiah.

Hendro mengatakan, rencana The Fed menaikkan suku bunga acuan dapat menyebabkan capital outflow dari emerging market termasuk Indonesia.

Hal ini dapat menekan nilai tukar Rupiah, di mana untuk menahan pelemahan nilai tukar Rupiah, salah satu instrumen yang dapat dijalankan Bank Indonesia (BI) selaku bank sentral adalah menaikkan suku bunga acuannya.

"Namun kenaikan suku bunga acuan dapat menghambat proses pemulihan ekonomi di Indonesia karena akan menahan ekspansi terutama yang dibiayai oleh utang," ujar Hendro kepada Kontan.co.id, Selasa (28/6).

Baca Juga: Ini Sejumlah Sentimen yang bakal Mempengaruhi Pasar Saham Indonesia ke Depan

Di sisi lain, Hendro mengatakan, pemerintah maupun swasta sebagai debitur akan terbebani biaya bunga yang lebih besar seiring dengan kenaikan suku bunga tersebut.

Sementara itu, sektor usaha yang rentan terdampak kurs dan perubahan harga komoditas global adalah sektor usaha yang memiliki ketergantungan tinggi terhadap impor atau bahan baku berbasis komoditas.

Namun hal tersebut tidak dimbangi dengan pendapatan berbasis ekspor yang memadai atau tidak memiliki fleksibilitas untuk menyesuaikan harga jual seiring dengan kenaikan harga bahan baku, sehingga berpotensi menekan marjin perusahaan.

"Perusahaan-perusahaan yang utangnya didominasi oleh utang jangka pendek juga menghadapi risiko refinancing di tengah biaya bunga yang kemungkinan akan semakin mahal," tuturnya.

Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI Teuku Riefky mengatakan bahwa pengetatan kebijakan moneter global akan menyebabkan depresiasi dari nilai Rupiah serta beban bunga utang yang juga mahal.

Sehingga menurutnya, biaya utang baik swasta maupun pemerintah akan mengalami kenaikan untuk kedepannya. Terutama untuk perusahaan swasta maupun BUMN yang melakukan transaksi ekspor impor.

Baca Juga: Krisis Ekonomi Global Bisa Berdampak pada Industri Pengolahan Kelapa Indonesia

"Jadi kalau kita lihat, sektor usaha yang paling banyak melakukan ekspor impor pasti akan berdampak," kata Riefky.

Namun Riefky mengatakan, untuk perusahaan net eksportir seperti batubara dan crude palm oil (CPO), sebetulnya diuntungkan dengan nilai depresiasi karena kemudian penerimaannya akan lebih besar. Namun sebaliknya, perusahaan yang net importir akan dirugikan dengan kondisi tersebut.

"Jadi sektor yang berdampak adalah sektor yang memang dia importir dan sektor-sektor yang banyak utangnya yang didominasi asing," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×