Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - BEKASI. Pemerintah Indonesia belakangan ini menggaungkan istilah new normal atau pola hidup normal versi baru. New normal yang dimaksud yakni menitikberatkan perubahan budaya masyarakat untuk berperilaku hidup sehat di tengah pandemi Covid-19 atau beradaptasi dengan Covid-19.
Padahal kasus Covid-19 di Indonesia sendiri sampai saat ini masih belum terlihat ujungnya. Saat penerapan new normal nanti, beberapa sektor kegiatan yang tadinya ditutup diindikasi akan dibuka kembali.
Menanggapi hal itu, Analis Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah menilai itu merupakan pertanda Pemerintah kurang mampu menangani Covid-19.
Baca Juga: New normal bergantung data digital, ini cara mengamankannya
“Jadi menurut saya ini memang di mana Pemerintah kurang mampu menangani Covid-19, jadi (kebijakannya) agak gagap kebingungan. Bingung mau menanganinya bagaimana,” ucap Trubus saat dihubungi Kompas.com, Selasa (19/5/2020).
Menurut Trubus, penyebaran kasus Covid-19 justru akan semakin masif jika beberapa sektor usaha dibuka kembali. Bahkan khawatirnya tidak bisa lagi terkontrol karena pergerakan masyarakat begitu tinggi. Buktinya, di dalam transportasi commuterline yang telah diterapkan sistem protokol pencegahan Covid-19 saja masih ditemukan kasus baru dengan status orang tanpa gejala (OTG). Apalagi ketika sektor usaha yang sebelumnya ditutup dibuka kembali.
Baca Juga: Pelni Siap Terapkan The New Normal Life
"Masalah Covid-19 ini malah jadi sulit tertangani meskipun pakai protokol Covid-19 karena bisa jadi banyak muncul OTG baru,” kata Trubus.
Menurut dia, penyebaran OTG ini malah lebih berbahaya dari pasien positif Covid-19 biasanya. Sebab OTG bisa saja menjadi carrier atau pembawa ke siapa saja, tetapi tak terdeteksi karena tak menimbulkan gejala. “OTG ni malah rentan mengenai sanak saudara istrinya. Meski normal tapi nantinya kita menderita, lalu kondisi gagap bingung muncul menjadi panik,” kata dia.