kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.443.000   13.000   0,91%
  • USD/IDR 15.134   108,00   0,71%
  • IDX 7.784   -121,36   -1,54%
  • KOMPAS100 1.199   -8,37   -0,69%
  • LQ45 977   -3,03   -0,31%
  • ISSI 228   -1,82   -0,79%
  • IDX30 499   -1,25   -0,25%
  • IDXHIDIV20 602   0,42   0,07%
  • IDX80 137   -0,44   -0,32%
  • IDXV30 140   -0,16   -0,11%
  • IDXQ30 167   0,08   0,05%

Akhir tahun, ekspor bahan baku tembus 30%


Rabu, 23 Oktober 2013 / 06:38 WIB
Akhir tahun, ekspor bahan baku tembus 30%
ILUSTRASI. Yield SBN tenor 10 tahun berpotensi mencapai 7,7%-7,8%.


Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Akhir tahun menjadi periode waktu yang ditunggu oleh eksportir dan juga pemerintah. Pasalnya kinerja ekspor di akhir tahun menjadi musim panen bagi eksportir, seiring dengan melonjaknya permintaan barang produksi Indonesia. Berkaca dari tahun-tahun sebelumnya, pemerintah optimistis kinerja ekspor pun akan kembali melonjak di akhir tahun ini.

Bukan tanpa alasan kerja ekspor akan melonjak di akhir tahun. Momen perayaan hari raya Natal serta perayaan tahun baru yang dirayakan oleh masyarakat dunia menjadi pendorong tingkat konsumsi. Alhasil ekspor Indonesia ke berbagai negara tujuan pun diprediksi terdongkrak naik.

Direktur Jenderal Kerjasama Industri Internasional Kementerian Perindustrian Agus Tjahajana Wirakusumah kepada KONTAN, Selasa (22/10) menjelaskan, kinerja ekspor Indonesia di bulan Oktober dan November di setiap tahun selalu naik. Ia memprediksi fenomena yang sama juga terjadi lagi tahun ini.

Agus pun berharap neraca perdagangan Indonesia ikut membaik. Tapi Agus tidak memerinci lebih detil seberapa besar peningkatan ekspor di akhir tahun. "Salah satu peningkatan ekspor bahan baku terbesar adalah tekstil," terang Agus.

Sebagai catatan, ekspor Indonesia selalu menanjak dalam satu atau dua bulan menjelang tutup tahun. Nah, pada dua bulan terakhir ini, biasanya sekitar 30% dari total produksi bahan baku Indonesia dialokasikan untuk ekspor. Sementara sisanya lebih banyak digunakan untuk konsumsi domestik.

Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) kinerja ekspor Indonesia setiap akhir tahun memang mengalami peningkatan. Contohnya tahun 2011 lalu, pada bulan November kinerja ekspor naik 1,64% menjadi US$ 17,235 miliar. Sebelumnya di Oktober nilai ekspor sebesar US$ 16,957 miliar. Tren yang sama terjadi pada 2012, pada bulan Oktober nilai ekspor US$ 15,324 miliar kemudian naik menjadi US$ 16,316 di bulan November 2012.

Optimisme ekspor akan menanjak di akhir tahun juga diungkapkan Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Kebijakan Moneter, Fiskal, dan Publik Hariyadi B. Sukamdani. Namun, bila dibanding dengan tahun lalu nilai ekspor tetap turun. "Karena global sedang tidak bagus," tandasnya. Tapi jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya mengalami peningkatan.

Secara keseluruhan hingga akhir tahun Hariyadi melihat neraca perdagangan tetap akan mengalami defisit.

Perubahan tren

Meskipun ada nada optimistis dari pemerintah dan pengusaha, Ekonom Universitas Indonesia Lana Soelistianingsih mengingatkan, kinerja ekspor Indonesia pada akhir tahun ini kemungkinan besar akan berbeda jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Ia memprediksi nilai ekspor Indonesia pada dua bulan di pengujung tahun ini  berpotensi menurun.

Ada dua pertimbangan Lana. Pertama, karena kondisi perekonomian dunia khususnya Amerika Serikat masih belum pulih. Ini terlihat dari data indeks kepercayaan konsumen di AS yang turun dari 81,8 poin di Agustus 2013 menjadi 79,7 poin. Pada Oktober indeks ini diperkirakan kembali turun setelah adanya penghentian layanan pemerintahan AS yang berlangsung selama 16 hari.

Data tersebut in memengaruhi tingkat konsumsi masyarakat di negeri Paman Sam. Maklum, 70% produk domestik bruto (PDB) di AS disumbangkan dari konsumsi masyarakat. "Ini  membuat proyeksi perekonomian AS turun sekitar 0,2% di kuartal IV," terang Lana. Dampaknya, ekspor dari semua negara menuju AS akan menyusut, termasuk dari Indonesia.

Kedua, depresiasi kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat membuat ekspor non migas berbasis manufaktur mengalami keuntungan. Tapi, produk tekstil malah sebaliknya. Mengingat bahan bakunya tekstil banyak berasal dari impor sehingga harganya menjadi lebih mahal dibandingkan dengan Thailand.      


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management Principles (SCMP) Mastering Management and Strategic Leadership (MiniMBA 2024)

[X]
×