kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Akademisi: Libatkan swasta untuk tangkal krisis pangan


Jumat, 17 Mei 2019 / 16:35 WIB
Akademisi: Libatkan swasta untuk tangkal krisis pangan


Reporter: Havid Vebri | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah masalah besar dihadapi Pemerintah dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional. Selain keterbatasan lahan, Indonesia juga terancam mengalami krisis petani pada 10 hingga 20 tahun ke depan. 

Hasil penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyebutkan, jumlah petani pada 2025 nanti hanya berkisar 6 juta orang. Kondisi ini akan menyebabkan penurunan ketahanan pangan.

"Belum lagi tambah masalah perubahan iklim dan keamanan pangan yang semuanya saling berkaitan," kata Guru Besar Food Processing Engineering Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Purwiyatno Hariyadi, Jumat (17/5). 

Menurutnya, pemerintah harus segera mengantisipasi berbagai masalah tersebut karena kebutuhan pangan terus meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk. Maka itu, pemerintah harus serius mengelola program demi tercapai ketahanan pangan di masa depan. 

"Ketahanan pangan adalah untuk memperoleh suatu kondisi di mana setiap individu, semua penduduk itu mampu hidup aktif, sehat, produktif secara berkelanjutan," katanya.

Menurutnya, ketahanan pangan dapat dipenuhi dengan jumlah, mutu, dan keamanan pangannya. "Pangan memang harus tersedia dari waktu ke waktu, daerah ke daerah, dan itu bisa diakses oleh setiap individu," ujarnya.

Berkaitan dengan penguatan ketahanan pangan, menurutnya setiap prakarsa atau inisiatif untuk bisa memperbaiki atau meningkatkan ketersediaan pangan harus dieksplor, digali dan dikembangkan. "Semua upaya harus didukung dan disambut baik selama membawa manfaat dan nilai positif," ujarnya.

Tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, industri dan masyarakat juga harus terlibat aktif dalam mendorong program ketahanan pangan. Ia pun mencontohkan seperti yang dilakukan perusahaan produsen umami, Ajinomoto. 

Misalnya pemanfaatan hasil samping proses fermentasi dengan mendaur ulangnya menjadi pupuk organik untuk tanaman tebu yang menjadi bahan bakunya, pemanfaatan ini lebih dikenal dengan Siklus Bio (Bio-Cycle).

Di Thailand, Ajinomoto juga memanfaatkan sumber bahan baku lain seperti jerami untuk menggantikan singkong sebagai bahan baku produksi asam aminonya. Pemanfaatan jerami dapat menekan dampak air dalam produksi hingga 75%, serta mengurangi penggunaan lahan dari 3.000 hektar menjadi nol.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×