kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.340.000   -1.000   -0,04%
  • USD/IDR 16.712   -13,00   -0,08%
  • IDX 8.570   155,90   1,85%
  • KOMPAS100 1.188   24,76   2,13%
  • LQ45 863   17,67   2,09%
  • ISSI 300   6,15   2,09%
  • IDX30 447   6,81   1,55%
  • IDXHIDIV20 518   8,17   1,60%
  • IDX80 134   2,95   2,26%
  • IDXV30 137   1,51   1,12%
  • IDXQ30 143   2,38   1,69%

AJI: Gugatan Rp200 Miliar oleh Menteri Pertanian ke Tempo Ancam Kebebasan Pers


Senin, 03 November 2025 / 16:47 WIB
Diperbarui Rabu, 05 November 2025 / 06:11 WIB
AJI: Gugatan Rp200 Miliar oleh Menteri Pertanian ke Tempo Ancam Kebebasan Pers
ILUSTRASI. Aksi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) di depan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (3/11).


Reporter: Asnil Bambani Amri | Editor: Asnil Amri

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) bersama koalisi masyarakat sipil menggelar aksi solidaritas di depan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (3/11). Aksi tersebut dilakukan menyusul gugatan secara perdata yang dilakukan Menteri Pertanian Amran Sulaiman terhadap media massa Tempo yang merupakan entitas bisnis media milik PT Tempo Inti Media Tbk (TMPO).

Dalam gugatannya, Amran menuntut Tempo membayar ganti rugi lebih dari Rp200 miliar, karena dianggap merusak citra dan reputasinya, serta nama baik Kementerian Pertanian, karena adanya laporan sampul pemberitaan Tempo bertajuk “Poles-poles Beras Busuk.”

Selain anggota AJI, aksi tersebut juga diikuti puluhan jurnalis Tempo, serta reporter muda hingga wartawan senior. Agenda sidang lanjutan hari ini adalah mendengarkan keterangan saksi ahli, Yosep Stanley Adi Prasetyo.

Ketua Umum AJI Indonesia Nany Afrida menegaskan, sengketa pemberitaan seharusnya diselesaikan melalui mekanisme yang diatur Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Namun, Menteri Amran justru menggugat Tempo ke pengadilan menunjukkan kekeliruan dalam memahami kedudukan pers sebagaimana diatur undang-undang.

Baca Juga: AHY Menghadap Prabowo Bahas Utang Kereta Cepat Whoosh

Sengketa pers memiliki dua mekanisme penyelesaian, yakni melalui hak jawab atau hak koreksi, serta mediasi yang ada di Dewan Pers. “Gugatan sebesar Rp200 miliar ini merupakan bentuk upaya pembungkaman dan pembangkrutan media,” ujar Nany dalam orasi di depan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Ia menilai gugatan ini tidak hanya mengancam Tempo sebagai institusi media, tetapi juga berbahaya bagi kebebasan pers secara umum. “Hari ini Tempo yang digugat, tapi ke depan bisa saja gugatan serupa ditujukan kepada media lain yang mengkritik pemerintah,” katanya.

Nany menegaskan, kasus ini harus menjadi pelajaran bagi pejabat publik dan lembaga pemerintah dalam memahami mekanisme penyelesaian sengketa pers. Membawa perkara ke pengadilan umum merupakan bentuk pembungkaman melalui jalur hukum.

Untuk itu, AJI menyerukan agar Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak gugatan tersebut berdasarkan Undang-Undang Pers. Sementara itu, Direktur Eksekutif LBH Pers Mustafa Layong menyebut, gugatan dengan tuntutan ganti rugi immateriil Rp200 miliar sebagai hal yang tidak masuk akal dan tidak dibenarkan secara hukum.

Baca Juga: Prabowo Bakal Tambah 4 Pesawat Airbus A400M/MRTT untuk Perkuat TNI AU

Menurut Mustafa, Amran sebagai pejabat publik dan pembantu presiden tidak memiliki dasar hukum menggugat media yang menjalankan fungsi pengawasan dan kritik terhadap kebijakan pemerintah.  “Apalagi dengan dalih bahwa berita Tempo merusak nama baik kementerian,” ujar Mustafa.

Ia menambahkan, dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 105/PUU-XXII-2024, tuduhan pencemaran nama baik hanya dapat diajukan oleh individu, bukan lembaga pemerintah. “Mirisnya, penggugat adalah Menteri Pertanian, yang seharusnya menjalankan kewajiban untuk memenuhi hak publik atas informasi,” kata Mustafa.

Ketua AJI Jakarta Irsyan Hasyim juga mendesak agar pengadilan tidak menindaklanjuti gugatan ini. Ia meminta agar majelis hakim dalam putusan sela membatalkan gugatan ini karena sudah ditangani oleh Dewan Pers. Menurut Irsyan, pengadilan tidak punya wewenang menangani sengketa pers antara Menteri Amran dan Tempo.

"Jika pengadilan melanjutkan perkara ini, maka pengadilan telah merusak marwahnya sendiri. Sengketa pers harus diselesaikan di Dewan Pers," kata Irsyan.

Tanggapan dari Kementan

Chandra Muliawan, Kuasa Hukum Kementerian Pertanian membantah pernyataan yang menuding gugatan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman terhadap Tempo sebagai ancaman terhadap kebebasan pers. “Pernyataan tersebut tidak berdasar dan mengaburkan realitas yang sebenarnya,” kata Chandra dalam surat hak jawab yang disampaikan ke KONTAN.

Menurut Chandra, Tempo mengklaim telah melaksanakan Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR), namun menurutnya hal itu tak sesuai dengan ketentuan dengan ketentuan PPR dari Dewan Pers.  “Perlu kami tegaskan bahwa gugatan ini diajukan setelah adanya PPR Dewan Pers, mekanisme etik resmi negara untuk menyelesaikan sengketa pemberitaan. PPR itu memberikan rekomendasi yang oleh pihak Kementan dinilai menunjukkan adanya pelanggaran dalam pemberitaan Tempo,” sebut Chandra.

Chandra juga menjelaskan, Tempo bilang telah menyampaikan pernyataan publik, bahwa mereka telah “melaksanakan PPR”. Padahal menurut Chandra, PPR yang dilakukan tak sesuai substansi dan kewajiban yang tercantum dalam PPR Dewan Pers.

Baca Juga: Ekonom Indef Perkirakan PMI Manufaktur Bertahan di Zona Ekspansi Hingga Akhir 2025

Maka itu, Chandra bilang, bawah gugatan Menteri Pertanian itu sebagai keberpihakan atas ikhtiar 160 juta petani Indonesia yang merasa terhina dengan infografis yang telah diterbitkan di salah satu karya jurnalistik Tempo. “Karena itu, gugatan Mentan bukan hanya soal jurnalistik. Ini adalah sikap moral untuk membela harga diri para petani yang memberi makan bangsa ini,” sebut Chandra.

Dalam hak jawab itu, Chandra juga memberikan pandangan soal kebebasan pers yang dianggapnya tidak sama dengan kekebalan hukum . Ia juga membantah, gugatan itu sebagai upaya membungkam Tempo. “Yang diuji kini hanyalah satu: apakah pemberitaan Tempo akurat dan apakah pelaksanaan PPR dilakukan sesuai aturan? Jika Tempo benar, pengadilan akan membuktikannya. Jika tidak, publik berhak tahu,” kata Chandra.

Dalam penilaian Chandra, pengadilan adalah forum terbuka menguji kebenaran. Maka itu, Kementan menilai, upaya itu sebagai langkah hukum paling fair dan transparan. Selain itu, adanya tuduhan proses hukum sebagai pembredelan dianggap sebagai framing defensif yang menyesatkan publik. “Kami menegaskan gugatan Mentan adalah langkah konstitusional untuk mengembalikan integritas informasi, memastikan PPR Dewan Pers dihormati, dan membela martabat 160 juta petani Indonesia,” kata Chandra.

Dalam kalimat penutupnya, Chandra mengajak semua pihak melihat persoalan ini secara objektif.” Demokrasi tidak akan tumbuh jika media menolak diuji. Demokrasi hanya kuat ketika kebenaran ditempatkan di atas opini,” sebutnya.

Penyelesaian di Dewan Pers

Menanggapi bantahan dari kuasa hukum Kementan, Pemimpin Redaksi Tempo Setri Yasra menilai pernyataan tersebut tidak berdasar dan cenderung menafsirkan sendiri secara sepihak atas pelaksanaan PPR Dewan Pers.

”Faktanya, tak ada pernyataan dari Dewan Pers apakah Tempo sudah atau belum melaksanakan empat poin rekomendasi Dewan Pers,” ujar Setri dalam hak jawabnya yang diterima KONTAN.

Fakta lain, kata Setri, Tempo telah melaksanakan empat poin PPR sehari setelah menerima naskah PPR Dewan Pers, yakni mengubah judul poster di media sosial dan web menjadi “Main Serap Gabah Rusak”, mencabut poster lama, meminta maaf kepada pengadu, dan melaporkannya ke Dewan Pers.

Adapun pihak pengadu poster tersebut adalah Ketua Kelompok Substansi Strategi Komunikasi dan Isu Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Pertanian Wahyu Indarto. “Jadi, jika Kementerian Pertanian menilai Tempo belum melaksanakan PPR, itu juga tafsir mereka,” kata Setri.

Jika pun Wahyu Indarto tak puas dengan pelaksanaan PPR itu, kata Setri, semestinya ia datang kembali ke Dewan Pers menyatakan keberatannya lalu Dewan Pers memediasi kembali pelaksanaan PPR. “Itu mekanisme yang diatur dalam Peraturan Dewan Pers, sebagai pelaksanaan atas Undang-Undang Pers,” sebut Setri.

“Bukan langsung menggugat ke pengadilan atas nama Menteri Pertanian Amran Sulaiman,” tambah Setri. Alhasil, aksi demonstrasi wartawan yang menilai gugatan Menteri Amran sebagai cara baru membredel media massa karena tak sesuai dengan penyelesaian sengketa pers yang diatur UU Pers.

Sampai kemarin, demonstrasi meluas ke daerah. Komunitas wartawan di beberapa kota menggelar unjuk rasa mengkritik cara Amran berhubungan dengan media massa.

Berita ini telah mengalami revisi yang disertai dengan tambahan hak jawab dari Kementerian Pertanian pada Selasa (4/11) dan tambahan informasi dari pihak Tempo pada Rabu (5/11).

 
 
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×