kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

AISI: Harga Pertamax dan Premium yang Selisih 50% akan Sangat Bebani Konsumen


Kamis, 27 Mei 2010 / 10:50 WIB


Reporter: Teddy Gumilar | Editor: Tri Adi

JAKARTA. Ketua Umum Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) Gunadi Sindhuwinata menyatakan pihaknya sudah pernah diundang oleh Kementerian ESDM untuk membahas soal rencana pembatasan distribusi BBM bersubsidi. Dalam pertemuan itu, kata Gunadi, mereka diminta untuk menyampaikan analisisnya jika kebijakan itu diterapkan bagi sepeda motor. “Kami diundang dan sudah menyampaikan data,” ujarnya.

Secara teknis, penggunaan pertamax akan membuat power lebih optimal dan tingkat emisi yang lebih rendah daripada premium. Namun, dari sisi pengguna sepeda motor, perbedaan harga pertamax dan premium yang mencapai sekitar 50% akan sangat membebankan konsumen.

Masalah subsidi adalah otoritas kebijakan pemerintah. Tapi, pemerintah juga harus mengupayakan agar kebijakan yang dikeluarkannya berdampak seminimal mungkin pada konsumen. Sebab, kebijakan ini bakal membuat daya beli masyarakat semakin berkurang karena tak diimbangi dengan kenaikan pendapatan masyarakat. “Ada 33 juta pemakai sepeda motor. Apa pemerintah sudah menghitung dampaknya?” tanyanya.

Di sisi industri, kebijakan ini juga akan berdampak pada penurunan volume penjualan sepeda motor. Namun ia mengaku belum menghitung berapa prediksi penurunan penjualannya. Tapi, ketika pemerintah menaikKan harga BBM 129% pada 2005, angka penjualan sepeda motor langsung melorot hingga 50%.

“Pemerintah pernah menaikkan harga BBM 129%, penjualan motor langsung drop 50%. Kalau kebijakan ini dikeluarkan, saya tidak bisa berandai-andai berapa penurunannya,” tukas Gunadi.

Menurut Gunadi, industri sebetulnya sangat mendukung perencanaan pengendalian konsumsi BBM yang tepat. Tapi pemerintah juga harus mengambil kebijakan yang punya dampak jangka panjang.

Jika pemerintah bisa menyelesaikan persoalan kemacetan, sumber kebocoran konsumsi BBM bisa diatasi. “Kita sudah menjadi net importer 103 ribu barel per hari. Kita sebetulnya tak perlu impor kalau jalan raya lancar,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×