Reporter: Grace Olivia | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) melaporkan utang luar negeri (ULN) Indonesia sebesar US$ 393,5 miliar per Agustus 2019. ULN Indonesia yang terdiri dari utang pemerintah, bank sentral, swasta termasuk BUMN tersebut tumbuh 8,8% year-on-year (yoy). Namun melambat dibandingkan pertumbuhan pada bulan sebelumnya 10,9% yoy.
Pertumbuhan ULN Indonesia yang melambat, terang BI, terutama dipengaruhi oleh transaksi pembayaran neto ULN. Baik utang milik pemerintah dan bank sentral, maupun utang swasta tumbuh lebih rendah pada bulan lalu.
Baca Juga: Utang luar negeri Indonesia US$ 393,5 miliar, tumbuh melambat pada Agustus
ULN pemerintah sendiri tumbuh 8,6% yoy menjadi sebesar US$ 193,5 miliar, lebih lamban dari pertumbuhan utang bulan sebelumnya 9,7% yoy. Secara nominal, utang pemerintah tersebut juga lebih rendah dari bulan sebelumnya yang mencapai US$ 194,5 miliar.
Laporan BI menunjukkan, pemerintah melakukan pembayaran utang luar negeri sebesar US$ 394 juta pada Agustus lalu. Terdiri dari pembayaran pokok utang sebesar US$ 159 juta, serta bunga utang sebesar US$ 236 juta.
Selain adanya transaksi pembayaran neto ULN, BI menjelaskan, penurunan ULN pemerintah juga disebabkan oleh berkurangnya posisi Surat Berharga Negara (SBN) yang dimiliki oleh investor asing.
Dalam laporan, utang pemerintah melalui SBN domestik tercatat turun dari US$ 72,23 miliar pada Juli menjadi US$ 70,91 miliar pada Agustus lalu. “Hal ini antara lain dipengaruhi oleh faktor ketidakpastian di pasar keuangan global seiring dengan ketegangan perdagangan yang masih berlanjut dan risiko geopolitik yang meningkat,” terang BI.
Baca Juga: BPS: Defisit neraca perdagangan disebabkan kinerja ekspor yang kurang ekspansif
Adapun, BI menjelaskan, ULN pemerintah diprioritaskan untuk pembiayaan pembangunan. Beberapa sektor yang mendapat porsi pembiayaan terbesar antara lain sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial sebesar 18,9% dari total ULN pemerintah, sektor konstruksi 16,4%, dan sektor jasa pendidikan 15,9%.
Juga sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib 15.2%, serta sektor jasa keuangan dan asuransi 13,9%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News