Reporter: Handoyo | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Pengawasan praktik antimonopoli akan semakin susah seiring berlakunya perdagangan bebas di Asia Tenggara melalui Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tahun ini. Oleh karena itu, pemerintah harus meningkatkan kewenangan hakim antimonopoli, yakni anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, saat ini KPPU hanya berwenang menindak praktik persaingan usaha yang tidak sehat terhadap perusahaan-perusahaan yang berdiri dan beroperasi di Indonesia. Sementara untuk perusahaan dari luar negeri yang beroperasi di Indonesia, bakal terbebas dari pengawasan dan sanksi KPPU.
Apalagi, DPR sudah memasukkan rencana perubahan UU 5/2009 ke dalam program legislasi nasional tahun ini. Ketua Komisioner KPPU Nawir Mesi mengharapkan, pembahasan revisi UU itu bisa memperkuat kewenangan KPPU agar bisa menindak semua pelaku persaingan usaha tak sehat di Indonesia. KPPU harus bisa memeriksa dan mengadili perusahaan luar negeri yang berbisnis ke Indonesia jika melakukan salah satu bentuk persaingan usaha tidak sehat. "Karena dengan MEA sudah tidak ada sekat di sektor perdagangan, praktik persaingan usaha tak sehat bisa saja dilakukan oleh perusahaan dari luar negeri," kata Nawir, Senin (2/3).
Nawir khawatir, jika kewenangan KPPU tak diperluas, Indonesia bisa jadi sasaran praktik monopoli. Mengingat, Indonesia punya potensi pasar yang besar, sehingga pelaku usaha akan menguasai pasar dengan cara monopoli.
Ketua Komisi VI (bidang perdagangan) DPR Airlangga Hartarto, menyebut, perluasan kewenangan KPPU hingga ke perusahaan di luar negeri sulit terjadi. Soalnya, UU hanya berlaku bagi orang ataupun badan hukum Indonesia.
Untuk menyelesaikan adanya praktik persaingan usaha yang tidak sehat lintas negara, KPPU harus bekerjasama dengan komisi sejenis yang ada di negara lain. KPPU bisa membuat perjanjian penanganan persaingan usaha tak sehat secara bersama-sama dengan negara lain.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News