Sumber: KONTAN |
JAKARTA. PT Metro Batavia, pemilik maskapai penerbangan Batavia Air harus menelan pil pahit. Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat mengabulkan gugatan PT Garuda Maintenance Facility (GMF) AeroAsia terhadap Batavia Air.
Majelis hakim yang diketuai Sugeng Riyono memerintahkan Batavia Air harus membayar utang senilai US$ 1,191 juta plus bunga 6% per tahun sejak utang tersebut jatuh tempo pada Juli 2008 lalu kepada GMF. Tak hanya itu, majelis hakim juga memerintahkan Batavia membayar ganti rugi sebesar US$ 500.000 atas perbuatannya yang tak mau membayar biaya perawatan pesawat kepada GMF. Nilai ganti rugi ini berdasarkan perhitungan keuntungan investasi yang bisa diperoleh GMF jika dulu Batavia Air telah membayar utang itu.
Dalam putusannya, majelis hakim menganggap, ada bukti perjanjian antara Batavia Air dengan GMF soal perawatan pesawat. Batavia juga mengakui bukti yang disodorkan GMF tersebut. "Bukti tersebut adalah bukti yang sempurna dan tergugat wajib secara hukum untuk memenuhi kewajibannya," ujar Sugeng, Rabu (22/4).
Vonis ini tentu saja membuat kubu Batavia Air kecewa. "Intinya kami akan menyatakan banding. Yang lain no comment," ungkap kuasa hukum Batavia Air, Samuel Tobing, singkat.
Sebaliknya, GMF tampak menyambut baik putusan itu, meski sebelumnya mereka menuntut ganti rugi sebesar US$ 200 juta. Pengacara Subagio Aridarmo mengaku cukup puas atas putusan hakim tersebut. "Putusan hakim sudah tepat," katanya.
Empat pesawat disita
Sengketa ini berawal ketika Batavia meneken perjanjian perawatan pesawat dengan GMF AeroAsia pada 16 April 2003 silam. Kedua belah pihak akhirnya sepakat mengamandemen perjanjian pertama pada 5 September 2006 lalu. Kemudian, kedua kembali sepakat memperpanjang waktu perjanjian yang berlaku efektif sejak 17 April 2006. Berdasar perjanjian itu, Batavia meminta jasa GMF AeroAsia untuk merawat dan memperbaiki pesawatnya.
Namun, masalah muncul kemudian. Singkat cerita, Batavia menolak melunasi biaya perawatan pesawat. Hal ini dipicu karena Batavia meminta GMF memperbaiki kembali pesawat yang rusak karena masih dalam masa jaminan.
Namun, GMF menolak permintaan itu. Perusahaan ini beralasan, pesawat itu bukan yang sebelumnya diperbaiki. Bila ingin diperbaiki, GMF meminta bayaran lagi.
Alhasil, Batavia menolak melunasi biaya perawatan pesawat sebelumnya. GMF kemudian mengajukan gugatan ke PN Jakarta Pusat.
Atas gugatan ini, GMF kemudian mengajukan sita jaminan terhadap 10 pesawat Batavia Air. Tujuannya, agar Batavia Air bisa segera melunasi utangnya.
Namun, ternyata, majelis hakim hanya menetapkan tujuh pesawat Batavia Air yang bisa disita. Belakangan, Pengadilan Negeri Tangerang yang melakukan sita jaminan itu hanya berhasil menyita empat unit pesawat. Tiga unit pesawat lainnya tidak ditemukan.
Putusan majelis hakim yang memenangkan GMF ini merupakan pukulan kedua bagi pihak Batavia Air. Sebelumnya, Batavia juga mengajukan gugatan kepada GMF dengan alasan ingkar janji (wanprestasi). Batavia Air menuding GMF tak mau merawat pesawat mereka sesuai perjanjian kerjasama. Merasa dirugikan oleh tindakan itu, maskapai ini menuntut ganti rugi sebesar US$ 500 juta.
Namun, PN Jakarta Pusat menolak gugatan Batavia Air pada Maret 2009 lalu. Alasannya, majelis hakim yang diketuai Wisnu Respatun Wardoyo tidak menemukan kesalahan yang dilakukan GMF dalam perjanjian tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News