kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

80% lahan pertanian di Jakbar dikuasai pengembang


Senin, 20 Oktober 2014 / 15:38 WIB
80% lahan pertanian di Jakbar dikuasai pengembang
ILUSTRASI. Tanda iPhone perlu diganti jadi baru.


Sumber: TribunNews.com | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. Sebanyak 600 hektare (ha) lahan pertanian yang ada di Jakarta Barat, 80% diantaranya sudah dikuasai pengembang. Kasudin Pertanian dan Kehutanan Jakarta Barat, Joko Riyanto mengatakan, menurutnya saat ini lahan sawah 400 hektare dan lahan sayuran 200 hektare di Jakarta Barat, totalnya 600 hektare.

"Total keseluruhan lahan sawah dan sayuran mencapai 600 hektare, hanya saja disayangkan dari jumlah sebanyak itu 80% sudah dimiliki oleh para pengembang," ungkapnya saat ditemui wartawan di ruang kerjanya, Senin (20/10/2014).

Menurutnya lahan pertanian sebanyak 600 hektare itu tersebar di wilayah Cengkareng dan Kalideres. "Paling banyak di Kalideres, Cengkareng tinggal sedikit. Ada lahan sayuran di Kebon Jeruk sama Kembangan tapi jumlahnya enggak banyak," ungkapnya.

Ia menjelaskan sejauh ini pihaknya sudah berusaha melakukan pengambilalihan dari pemilik sawah aslinya tetapi selalu kalah dengan pengembang. "Kami selama ini mencoba mempertahankan lahan-lahan sawah tersebut tetapi selalu kalah bersaing dengan pengembang, karena mereka memiliki uang yang banyak. Sedangkan dari sudin untuk membebaskan lahan terbatas pada nilai jual obyek pajak (NJOP)," kata dia.

Berdasarkan dari itulah, hasilnya banyak warga yang menjual lahannya kepada pengembang lantaran harga yang diberikan jauh lebih tinggi dari Sudin Pertanian dan Kehutanan. "Dengan begitu tak heran, lahan pertanian berubah fungsi menjadi cluster-cluster dan perumahan. Soalnya para petaninya juga lebih memilih menjual lahan pertaniannya, karena harus menunggu panen selama 6 bulan baru mendapatkan penghasilan. Jelas mereka lebih memeilih menjual lahannya," katanya.

Sejauh ini untuk menyiasati berkurangnya lahan pertanian yang ada di wilayah Jakarta Barat, pihaknya mencoba menerapkan lahan abadi. "Lahan abadi itu, kami terapkan di pekarangan-pekarangan rumah. Kami imbau suapaya lahan di pekarangan rumah mereka ditanami sayur-sayuran yang mudah tumbuh di lahannya. Ataupun bertani di pot-pot. Dan itu sedang kami coba di wilayah Semanan," tuturnya.

Saat ini hasil dari program Sudin Pertanian dan Kehutanan tentang lahan abadi itu sudah menuai hasil, yakni ditemukannya varietas lokal yang bernama selada betawi. "Selada betawi ini kualitasnya lebih bagus dari Selada-selada lainnya. Teksturnya lebih bagus," pungkasnya.(Wahyu Tri Laksono)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×