kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   -2.000   -0,13%
  • USD/IDR 15.875   5,00   0,03%
  • IDX 7.314   118,54   1,65%
  • KOMPAS100 1.121   16,95   1,53%
  • LQ45 892   14,50   1,65%
  • ISSI 223   2,40   1,09%
  • IDX30 459   10,01   2,23%
  • IDXHIDIV20 553   13,38   2,48%
  • IDX80 129   1,38   1,09%
  • IDXV30 137   2,73   2,03%
  • IDXQ30 152   3,22   2,16%

40% transaksi satwa ilegal dilakukan secara online


Minggu, 15 Oktober 2017 / 19:46 WIB
40% transaksi satwa ilegal dilakukan secara online


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perdagangan ilegal satwa liar mulai merangsek ke media soaial secara terang-terangan. Data dari WWF yang dikutip oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebut pada November 2015 hingga April 2016 ada 6.517 satwa liar yang diperdagangkan melalui media sosial.

Komposisinya yaitu jenis aves sebanyak 42%, mamalia sebanyak 31%, dan reptil sebanyak 27%. Sementara pada periode yang sama Elang jadi binatang yang paling banyak diperjualbelikan sebanyak 1.177 ekor.

Noviar Andayani, Direktur Wildlife Conservation Society (WCS) menyebut, indikasi perdagangan satwa ilegal melalui internet mulai marak pada 2011. "Pada 2011 kami temukan pertama kali di media sosial melalui platform BBM, dan Facebook. Pada 2017 dari keseluruhan kasus, 40% terjadi melalui internet," kata Noviar dalam diskusi Kementerian LHK di Manggala Wanabakti Jakarta, Jumat (13/10).

Ia melanjutkan, pada 2011-2017 telah 49 kasus yang telah ditindaklanjuti. Sementara 70% sudah diproses secara hukum.

Sementara itu, Achmad Pribadi, Kasubdit Pencegahan dan Pengamanan Hutan Wilayah Jawa dan Bali KLHK menyebut, jaringan perdagangan ilegal satwa liar in memang makin berkembang di media daring. "Volume perdagangan satwa ilegal ini sudah jadi peringkat ketiga terbesar setelah narkoba, dan perdagangan manusia," kata dia dalam kesempatan yang sama.

Oleh karenanya, ia menyebut bahwa pemerintah sendiri telah membentuk satuan tugas guna mengurangi transaksi ilegal ini. "Kami buat satgas yang aktif. Mulai mendata pergerakan satwa bagaimana perkembangannya. Monitor media sosial seperti Facebook, Instagram, dan melibatkan e-commerce," tambahnya.

Masalahnya, dalam jaringan perdagangan ilegal satwa liar internasional, penggunaan teknologi kini lebih canggih. Penyidik Kanit II Subdit II Tindak Pidana Cyber Crime Polri Idham Wasiadi menyebut bahwa para pedagang ilegal ini kini tak hanya menjual melalui internet secara konvensional, melainkan juga melalui deep web.

Deep web, atau kerap disebut dark met adalah domain internet yang tak terindeks mesin pencari seperti Google. Jika diilustrasikan, konten yang terindeks google hanya berkisar 10% total yang berada di internet, sisanya berada di deep web. "Deep web ini jangankan satwa liar, narkoba, dan manusia dijual beli bebas. Dan aksesnya memang lebih sulit, kami pun sulit melacaknya karena IP adress-nya anonim," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×