kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

3 tahun era Jokowi-JK, daya beli terus melandai


Minggu, 13 Agustus 2017 / 15:04 WIB
3 tahun era Jokowi-JK, daya beli terus melandai


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Dessy Rosalina

JAKARTA. Ekonom Maybank Indonesia Juniman menilai, pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (Jokowi-JK) telah mengambil kebijakan yang cukup baik selama hampir tiga tahun berjalan. Namun, Juniman menyoroti sejumlah hal yang masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah.

Pertama, daya beli masyarakat yang menurun selama tiga tahun terakhir. Hal tersebut lanjut Juniman, tampak pada data pertumbuhan konsumsi rumah tangga milik Badan Pusat Statistik (BPS) selama tiga tahun terakhir.

Di tahun 2014, konsumsi rumah tangga masih mampu tumbuh 5,14%, namun turun ke 4,96% di tahun 2015. Tahun 2016, pertumbuhan konsumsi naik tipis ke 5,01%. Juniman memperkirakan pertumbuhan konsumsi rumah tangga tahun ini hanya akan mencapai 4,97%.

Persoalan daya beli tersebut juga berdampak pada pertumbuhan kredit yang melambat. "Daya beli masyarakat bukan jatuh, tetapi tidak improve. Dengan daya beli yang stagnan ini, sulit dongkrak ekonomi," kata Juniman kepada KONTAN beberapa waktu lalu.

Kedua, Juniman melihat pola pengeluaran pemerintah selama tiga tahun terakhir juga tetap sama, cukup kencang di kuartal pertama hingga ketiga. Namun, melambat di kuartal keempat karena kondisi penerimaan negara yang di bawah ekspektasi.

Hal ini pula yang menjadi pekerjaan besar pemerintah, bahwa perencanaan anggaran, terutama penerimaan pajak agar dibuat sekredibel mungkin untuk mencegah terjadinya shortfall.

"Selama ini kenaikan pajaknya terlalu tinggi dibandingkan realisasi 10 tahun terakhir. Pemerintah harus membuat perencanaan yang baik. Paling tidak, itu membuat investor percaya," tambah dia.

Ketiga, masalah pemerataan kesejahteraan yang tercermin dari tingkat kesenjangan (gini ratio) yang belum banyak berubah. "Sebenarnya yang dilakukan pemerintah sudah benar, membangun Indonesia dari Sabang sampai Merauke, cuma hasilnya butuh waktu. Tetapi paling tidak ini menjadi catatan bahwa pemerataan kesejahteraan masih jadi PR besar," katanya.

Namun demikian, ia juga melihat sisi positif dari pemerintahan Jokowi-JK, yaitu peningkatan pembangunan infrastruktur, birokrasi yang lebih mudah dalam pengurusan izin investasi walau hasilnya belum memuaskan, penguasaan maritim, stabilitas kurs, hingga indeks saham yang mencatat rekor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×