Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Markus Sumartomjon
JAKARTA. Tanda-tanda lesunya daya beli masyarakat di kuartal ketiga kembali tampak. Setelah rasa optimistis konsumen bulan lalu naik tipis, kini penjualan eceran Juli 2017 diperkirakan menurun.
Hasil survei penjualan eceran Bank Indonesia (BI) mencatat, Indeks Penjualan Riil (IPR) Juli diperkirakan turun 3% year on year (YoY). Secara bulanan, pertumbuhannya juga turun menjadi -9,4%, dari yang masih mencatatkan pertumbuhan positif 8,5%.
Bahkan, penurunan penjualan eceran juga diperkirakan terjadi di September nanti. Meski baru akan meningkat di Desember 2017.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, proyeksi IPR yang turun tersebut menjadi salah satu indikator lesunya daya beli di awal kuartal ketiga tahun ini. Bahkan, perkirakan itu telah memperhitungkan masih stabilnya harga Bahan Bakar Minyak (BBM), listrik, dan elpiji 3 kilogram (kg).
"Kalau ditambah asumsi administered pricesnya naik di Desember, bisa turun lagi kendati November dan Desember ada faktor musiman Natal dan Tahun Baru," kata Bhima kepada KONTAN, Rabu (9/8).
Dari sisi konsumen, Bhima sebelumnya juga mengatakan bahwa sentimen optimistis konsumen terhadap kondisi ekonomi rentan turun. Pertama, karena kekhawatiran pemerintah dalam waktu dekat akan menyesuaikan administered price khususnya BBM bersubsidi dan elpiji 3 kg.
Kedua, karena resiko politik menjelang Pemilihan Presiden 2019. Ketiga, karena ekpektasi ketersediaan lapangan kerja enam bulan mendatang.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bilang pemerintah akan mengandalkan dana desa dan percepatan eksekusi bantuan sosial, misalnya untuk program keluarga harapan (PKH) untuk mendongkrak daya beli masyarakat di sisa enam bulan kedua tahun ini.
Bhima berpendapat, anggaran dana desa dan bansos saat ini sudah cukup besar. Oleh karena itu, pemerintah tinggal memperbaiki implementasinya.
Menurutnya, optimalisasi penyaluran rastra dan PKH jangan terhambat. Begitu juga dengan pengawasan dana desa agar tidak ada celah untuk bancakan aparat desa dan pemerintah daerah.
"Kalau kedua instrumen pemerataan itu di optimalkan saya yakin daya beli kelompok menengah bawah akan terangkat. Rasio gini bukan tidak mungkin turun jadi 0,38 tahun 2018 mendatang," tambahnya.
Sementara itu, Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih mengatakan, sulit untuk meningkatkan daya beli masyarakat di semester kedua tahun ini. Sebab, tak ada lagi momentum mendesak untuk masyarakat berbelanja.
Tak hanya itu, dana desa juga masih sulit mendorong daya beli lantaran tak bisa dialihkan begitu saja karena ada undang-undang yang mengaturnya. Apalagi dengan adanya kasus korupsi dana desa.
Lana bilang, daya beli kemungkinan bisa terungkit jika ada masa libur yang panjang. Hal ini bisa menggeser konsumsi masyarakat ke sektor-sekroe hiburan. Namun, tetap saja hal itu tidak serta merta menggantikan momentum konsumsi di kuartal kedua kemarin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News