kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Silpa Perlu Dievaluasi


Senin, 28 Juni 2010 / 18:21 WIB
Silpa Perlu Dievaluasi


Reporter: Tedy Gumilar |

JAKARTA. Sisa Lebih Pembayaran Anggaran (SILPA) bagai pisau bermata dua. Di satu sisi bisa bermakna efisiensi yang dilakukan pemerintah berjalan baik. Namun di sisi lain ini membuktikan banyak dana pinjaman yang tidak terserap dengan baik. Untuk itu, perlu dievaluasi agar diketahui secara detail penyebabnya.

Sekretaris Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas Syahrial Loetan mengatakan, evaluasi ini perlu dilakukan untuk melihat sejauhmana rencana yang telah disusun pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berjalan dengan baik. “SILPA harus selalu dievaluasi lebih detail agar kita tahu sejauhmana efektivitas anggaran kita,” tukas Syahrial di Gedung Bappenas, Senin (28/6).

Selama ini Silpa yang diumumkan pada setiap akhir tahun anggaran hanya dilihat dari sisi nominalnya saja. Padahal detil penyebab Silpa itu juga perlu diketahui oleh publik dan pembuat kebijakan sebagai bahan pertimbangan untuk penyusunan dan perencanaan anggaran tahun selanjutnya. “Kita juga perlu tahu, apakah Silpa merupakan hasil efisiensi anggaran kementerian/lembaga atau justru berasal dari pinjaman yang tidak terpakai,” tuturnya.

Idealnya, SILPA merupakan hasil dari efisiensi belanja kementerian/lembaga, bukan dari pinjaman yang batal atau tertunda realisasinya. Jika ini terjadi, berarti pemerintah telah mencatat prestasi dalam efisiensi penggunaan anggaran. “Ini artinya ada efektifitas anggaran dan bisa dikatakan keberhasilan kita dalam efisiensi belanja,” tegasnya.

Namun jika porsi terbesar SILPA berasal dari pinjaman, berarti negara mengalami kerugian dua kali. Kerugian pertama, anggaran yang tidak terserap itu tidak bisa berfungsi dengan baik untuk merangsang perekonomian. Kerugian yang kedua terkait dengan konsekuensi membayar bunga pinjaman dan commitment fee yang harus dibayar kepada lembaga internasional atau negara yang pemberi pinjaman. “Tentunya setiap pinjaman dari luar negeri ada konsekuensinya dan evaluasi ini untuk menghindari agar tidak menimbulkan konsekuensi bagi anggaran,” ujarnya.

Untuk pinjaman yang sudah dicairkan, pemerintah tetap harus membayar bunga utang tersebut meskipun dananya belum digunakan. Namun jika pinjaman itu belum dicairkan, pemerintah juga harus membayar commitment fee. kebijakan penerapan ongkos komitmen ini diberlakukan oleh pemberi utang seperti Asian Development Bank (ADB), Bank Dunia, atau Jepang. “Jepang baru 1-2 tahun terakhir ini membebankan commitment fee,” terangnya.

Seperti diketahui, dalam realisasi APBN 2009, pemerintah menghasilkan SILPA sebesar Rp38 triliun. Penyerapan anggaran tahun lalu hanya mencapai 95,8% atau Rp 954 triliun. Sementara total pagu belanja negara sebesar Rp1.000,84 triliun. Sementara itu defisit yang semula diperkirakan akan mencapai 2,4%, realisasinya hanya sekitar 1,6%.

Direktur INDEF Ahmad Erani Yustika menilai, munculnya SILPA di setiap tahun anggaran menggambarkan pengelolaan anggaran yang kurang baik sehingga menyebabkan penyerapan anggaran belanja menjadi tidak maksimal. Hingga pertengahan tahun ini saja, Erani mencatat penyerapan anggaran baru mencapai 35%. Padahal idealnya anggaran negara yang sudah terserap menjadi 50%. “Jadi bukan karena efisiensi anggaran, tapi penyerapan yang tidak maksimal,” tandasnya.

Hal tersebut juga berimbas pada kerugian negara akibat pembayaran hutang baik luar negeri maupun domestik. Sebab, masih banyak proyek dalam negeri yang dibiayai dengan hutang, namun tidak terealisasi atau terlambat dalam realisasinya. “Seharusnya kita tidak perlu membayar yang tidak terpakai. Tapi karena sudah terlanjur berhutang, mau proyeknya jalan atau tidak, bunga dan commitment fee tetap harus dibayar,” imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×