kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kepolisian dan Kejaksaan ragukan metodologi survei kepatuhan hukum Ombudsman


Rabu, 27 Maret 2019 / 23:16 WIB
Kepolisian dan Kejaksaan ragukan metodologi survei kepatuhan hukum Ombudsman


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ombudsman melakukan survei terhadap kepatuhan hukum berdasarkan data tahun 2013 - 2017. Dari data tersebut, Ombudsman menerima 6.062 laporan masyarakat terhadap instansi penegak hukum.

Survei ini bermaksud  melihat sejauh mana tertib administrasi dokumen dalam penyelesaian perkara pidana umum yang diterapkan oleh instansi penegak hukum berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.

Untuk itu, Ombudsman mengundang perwakilan dari empat lembaga hukum di Indonesia yakni kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga Pemasyarakatan untuk membahas hasil Survei Kepatuhan Hukum tahun 2018 tersebut. Namun, pihak kepolisian dan kejaksaan merasa bahwa metodologi yang digunakan oleh Ombudsman tidak komprehensif.

Wakil Ketua Bidang Kermadianas STIK Lemdiklat Polri Brigjen Pol Naufal Yahya menilai, hasil survei kepatuhan hukum yang dilakukan Ombudsman tidak komprehensif khususnya yang ditekankan adalah metodologi penelitiannya.

"Menurut kami hasil penelitian yang keluar dari Ombudsman cuma metodologinya masih kami pertanyakan karena judulnya kepatuhan hukum, tapi menurut logika kami, nggak mungkin berkas itu tidak dilengkapi dengan surat penyelidikan dan sebagainya nah ini harus kita cek lagi sekarang kalau misalnya unsurnya tanggalnya berkas sudah 2 tahun kan bisa saja itu hilang kan biasanya tanggal ditulis pakai pulpen tanggalnya hilang," jelas Naufal ditemui di gedung Ombudsman RI, pada Rabu (27/3).

Naufal menilai tidak mungkin seseorang diproses secara hukum dilakukan pemeriksaan jika tidak lengkap bisa diterima oleh kejaksaan. Oleh karenanya Kepolisian dan kejaksaan meminta agar ada pengkajian kembali atau pembetulan survei yang dirasa metodologi yang digunakan tidak komprehensif.

Menanggapi kepolisian dan kejaksaan yang mengkritik hasil survei kepatuhan Anggota Ombudsman Ninik Rahayu menjelaskan bahwa pihaknya hanya melihat sisi kepatuhan administrasi pelayanan publik dalam proses penegakan hukum khususnya hukum pidana.

"Yang kami lihat terhadap putusan yang sifatnya inkracht," terang Ninik. Kriteria berkas perkaranya sendiri adalah tidak pidana umum, berkekuatan hukum tetap pada tingkat pertama, putusan diatas 5 tahun dan sudah inkracht antara 2015-2018.

Ninik berharap survei tersebut dapat menjadi refleksi bersama agar kepatuhan secara administratif di kepolisian dalam proses penyidikan ini dapat terinternalisasi di kejaksaan dalam proses penuntutan begitu juga pada saat proses peradilan sampai inkracht di lembaga permasyarakatan.
 
"Dokumen ini harus utuh tidak ada yang tercecer karena sebetulnya ketika tercecer satu saja ada kemungkinan orang tidak dilayani sebagaimana semestinya," tambah Ninik.
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×