kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Wacana revisi UU KPK kembali digulirkan


Selasa, 07 Maret 2017 / 10:50 WIB
Wacana revisi UU KPK kembali digulirkan


Reporter: Agus Triyono, Handoyo | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Sempat beberapa kali timbul tenggelam, wacana revisi Undang-Undang (UU) Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) kembali mengemuka. Kabarnya, rencana revisi yang digulirkan oleh sejumlah anggota DPR ini kental unsur politiknya.

Maklum saja, di saat yang bersamaan, KPK tengah gencar-gencarnya menelisik keterlibatan puluhan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang sudah tak menjabat maupun yang masih aktif dalam kasus korupsi proyek e-KTP. Nah, wacana revisi UU ini sebagai upaya untuk menekan KPK untuk menghadang pengusutan kasus ini.

Untuk memuluskan wacana revisi UU tentang KPK, kini Badan Keahlian DPR tengah gencar melakukan sosialisasi tentang revisi beleid ini ke berbagai universitas. Beberapa universitas yang telah didatangi Badan Keahlian DPR untuk sosialisasi revisi UU KPK antara lain Universitas Andalas dan Universitas Nasional. Bahkan rencananya, Badan Keahlian DPR juga akan berkeliling ke Universitas Gadjah Mada pada akhir Maret ini.

Anehnya, wacana revisi UU KPK ini tak sepenuhnya diketahui oleh anggota DPR. Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu mengatakan, Komisi III DPR tak pernah diberitahu terkait sosialisasi yang dilakukan Badan Keahlian DPR. "Tidak pernah kami diberi tahu, dikomunikasikan atau dilaporkan tentang kegiatan itu," ujarnya kepada KONTAN Senin (6/3).

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS Nasir Djamil yang juga mengaku tak tahu menahu tentang sosialisasi ini menilai kegiatan yang dilakukan Badan Keahlian DPR itu di luar kewenangan badan tersebut. Pasalnya, tugas Badan Keahlian DPR dalam proses penyusunan UU adalah memberikan masukan secara internal ke DPR.

Karenanya, Nasir menyatakan, pihaknya akan meminta klarifikasi kepada pimpinan Badan Keahlian DPR pasca reses berakhir. "Ini jadi overlapping. Kami tidak tanggungjawab, karena sekarang kami di Komisi III juga tidak ada pembicaraan soal revisi UU KPK," tandasnya

Masih perlu kajian

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Gerindra Desmond Junaidi Mahesa bilang, fraksinya tak akan tergesa-gesa dalam menyikapi wacana revisi UU KPK. "Kami akan berhati-hati dalam menyikapinya, sebab harus transparan," ungkapnya.

Menurut Desmond, perlu penelaahan lebih dalam terkait persoalan yang ada di KPK. Sehingga, bila ada revisi UU KPK tapi para komisioner tak mampu menjalankannya, artinya revisi itu akan sia-sia. Makanya, perlu ada komitmen bersama antara pemerintah dan DPR terkait hal ini.

Pengamat politik Arbi Sanit berpendapat, menyeruaknya wacana revisi UU KPK ini berkorelasi dengan indikasi banyaknya anggota DPR yang tersangkut kasus korupsi. "Korelasinya sangat kuat," kata Arbi. Apabila revisi UU KPK tersebut jadi dilakukan, Arbi khawatir, peran pemberantasan korupsi akan makin melemah.

Perjalanan Rencana  Revisi UU KPK
Revisi UU No.30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) pertama kali diwacanakan pada 26 Oktober 2010 oleh Komisi hukum DPR 

- 24 Jan. 2011 Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso dari Golkar mengirim surat kepada Ketua Komisi III DPR untuk menyusun draf naskah akademik dan RUU KPK. Hasilnya, rancangan revisi UU KPK menjadi salah satu dari 70 prolegnas prioritas tahun 2011

- Okt. 2011 Komisi Hukum DPR menyampaikan 10 poin yang akan direvisi, termasuk kewenangan KPK merekrut penyidik dan penuntut, fokus KPK pada pemberantasan korupsi, wewenang menyadap, laporan harta kekayaan penyelenggara dan kewenangan KPK melakukan penyitaan, penggeledagan, penerbitan SP3, serta prioritas kerja KPK dalam bidang pencegahan yang harus dipertegas

- 23 Feb. 2012 muncul naskah revisi UU KPK dari Baleg DPR. Dalam rancangan ini, kewenangan penuntutan hilang, penyadapan harus mendapat izin ketua pengadilan, pembentukan dewan pengawas, dan kasus korupsi yang ditangani hanya di atas Rp 5 miliar

- 3 Juli 2012 tujuh Fraksi di Komisi III DPR menyetujui rancangan revisi UU KPK dan UU Tipikor untuk diajukan ke Baleg. Ketujuh fraksi itu adalah Fraksi Partai Demokrat, Golkar, PAN, PKB, PPP, Gerindra, dan Hanura. PDI Perjuangan menolak revisi dan PKS memilih abstain

- 4 Okt. 2012 rapat pleno Komisi III menyetujui melanjutkan naskah RUU tentang revisi UU KPK oleh Baleg DPR

- 16 Okt. 2012 Panja menghentikan pembahasan revisi UU KPK. Seluruh fraksi di DPR menolak revisi UU KPK

- 19 Juni 2015 Presiden Joko Widodo membatalkan rencana pemerintah bahas revisi UU KPK dalam prolegnas 2015

- 23 Juni 2015 Seluruh fraksi DPR sepakat memasukkan revisi UU KPK dalam prolegnas prioritas 2015. Lima isu krusial dalam naskah revisi UU KPK yaitu pembatasan kewenangan penyadapan, pembentukan dewan pengawas KPK, penghapusan kewenangan penuntutan, pengetatan rumusan kolektif kolegial, dan pengaturan plt pimpinan 

- Okt. 2015 beredar naskah revisi UU KPK dari DPR. Ada pasal krusial yang melemahkan KPK, termasuk usulan pembatasan usia institusi KPK hingga 12 tahun

- 13 Okt. 2015 Presiden Jokowi dan pimpinan DPR sepakat untuk membahas revisi UU KPK dalam masa sidang 2016

- 26 Jan. 2016 DPR kembali menyepakati revisi UU KPK masuk dalam prolegnas prioritas 2016, hanya Fraksi Gerindra yang menolak revisi UU KPK

- 1 Feb. 2016 revisi UU KPK mulai dibahas dalam rapat harmonisasi Baleg DPR

- 14 Desember 2016 pemerintah dan DPR menyepakati 50 UU masuk dalam prolegnas prioritas 2017. Revisi UU KPK tak masuk dalam daftar itu

- 2017 wacana revisi UU KPK kembali mengemuka setelah Badan Keahlian DPR melakukan sosialisasi ke beberapa universitas
(Sumber: Riset KONTAN)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×