kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,02   -8,28   -0.91%
  • EMAS1.318.000 0,61%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tak puas, pengusaha bingung sikapi RUU Tapera


Kamis, 18 Februari 2016 / 18:17 WIB
Tak puas, pengusaha bingung sikapi RUU Tapera


Reporter: Handoyo | Editor: Adi Wikanto

Jakarta. Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) tingal satu langkah lagi disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam sidang Paripurna.

Namun, hal ini masih menyisakan ketidakpuasan dari kalangan pengusaha.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B Sukamdani mengatakan, pengusaha masih belum terburu-buru untuk mengambil langkah yang lebih jauh seperti uji materi (Judicial Review) atas RUU yang nantinya akan disahkan itu ke MK

Yang pasti, dalam waktu dekat ini Apindo akan mempelajari lebih detail dan terperinci isi pasal dalam RUU bila sudah disahkan DPR.

RUU Tapera ini seharusnya diketok pada sidang Paripurna Kamis (18/2) kemarin, namun ditunda pada Selasa (23/2).

"Kami sedang pelajari secara sesama," kata Hariyadi.

Bagi Apindo, implementasi isi dalam RUU Tapera yang disetujui oleh Panitia Khusus (Pansus) DPR merupakan bentuk duplikasi dari kebijakan yang telah ada.

Kebijakan yang dimaksud adalah program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.

Seperti diketahui, BPJS Ketenagakerjaan menyediakan program bantuan uang muka perumahan dan subsidi bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang sumbernya berasal dari pagu 30% portofolio kelolaan Jaminan Hari Tua (JHT).

Dana yang terhimpun dari program tersebut mencapai Rp 180 triliun, artinya terdapat alokasi dana sebesar Rp 54 triliun yang ditempatkan pada perbankan dengan tingkat imbal hasil paling sedikit setara dengan tingkat suku bunga Bank Indonesia (BI Rate).

Selama ini pelaku usaha sudah dibebankan biaya sebesar 10,24%-11,74% dari penghasilan pekerja untuk program jaminan sosial kesehatan dan ketenagakerjaan yang mencakup JHT, jaminan kematian (JK), jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan pensiun (JP), dan cadangan pesangon yang berdasarkan pengitungan aktuaria sebesar 8%.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Antonius J. Supit mengatakan, Kadin sangat keberatan atas isi dari beleid tentang Tapera itu.

"Kalau untuk tahap lebih lanjut, perlu adanya pembahasan lebih lanjut dengan pimpinan Kadin," kata Anton.

Bila beban pembayaran iuran Tapera tetap dibebankan kepada pelaku usaha dan pekerja dikhawatirkan akan membuat daya saing usaha dalam negeri tidak kompetitif.

Padahal, produk diluar akan terur membanjiri ke dalam negeri dengan beban usaha yang lebih murah.

Anton mengatakan agar pemerintah dan DPR tidak hanya membuat aturan yang populis, namun untuk sektor swasta menjadi terbebani.

"Jangan mumpung punya kuasa, membuat aturan populis, dan yang pada akhirnya terbebani swasta," ujar Anton.

Sekadar catatan, dalam RUU Tapera ini sisebutkan bahwa setiap pekerja dan pekerja mandiri yang berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum wajib menjadi peserta.

Namun untuk teknis besarannya, akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).

Bila aturan ini tidak diterapkan, sanksi bagi pelaku usaha siap menanti.

Mulai dari teguran tertulis, administratif, hingga pencabutan izin usaha.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×