kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Selain biaya logistik, tumpang tindih regulasi jadi penghambat investasi


Selasa, 30 Maret 2021 / 15:34 WIB
Selain biaya logistik, tumpang tindih regulasi jadi penghambat investasi
ILUSTRASI. Suasana bongkar muat kontainer


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperbaiki iklim investasi Indonesia mendapat apresiasi berbagai kalangan. Menurut Sri Mulyani, mahalnya biaya logistik Indonesia menjadi penyebab keengganan investor merealisasikan investasinya di Tanah Air.

Saat meresmikan Batam Logistic Ecosystem, Kamis (18/3) Menteri Sri menyatakan biaya logistik di Indonesia mencapai 23,5 % dari PDB nasional. Persentase itu jauh di atas rata-rata biaya logistik di negara tetangga yang hanya sekitar 10 %. Biaya logistic di Malaysia, misalnya, hanya 13 % dari PDB.

"Kalau kita mau menjadi negara besar, ingin Indonesia maju, masyarakatnya sejahtera, ingin investasi datang ke sini, biaya logistik harus lebih kompetitif," ujarnya.

Baca Juga: Sri Mulyani cerita soal penanganan pandemi Covid-19 ke Menlu Singapura

Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky mengatakan, selain biaya logistik, masih banyak faktor lain yang menurutnya juga perlu mendapat perhatian pemerintah.

Sejumlah aspek lain mulai dari sinkronisasi antar kementerian dan regulasi yang tumpang tindih antara pusat dengan daerah, serta antar kementerian maupun lembaga pemerintah, turut menghambat investasi.

Bahkan kehadiran Omnibus Law dan terbitnya sovereign wealth fund (SWF) juga tidak serta-merta dapat memuluskan investor asing untuk berinvestasi di Indonesia.

“Apakah hal tersebut cukup? Tentu tidak. Butuh kebijakan turunan yang perlu dilakukan pada level daerah karena memang ada ketidaksinkronan antara pusat dengan daerah. Periode pertama misalnya ada delapan paket kebijakan, pemerintah bisa dikatakan gagal menarik investasi,” ujar Riefky dalam keterangannya, Senin (29/3).

Selain itu, Riefky juga menilai faktor lain yang kerap jadi penghambat masuknya investasi ke Indonesia adalah soal biaya tenaga kerja yang relatif mahal ditambah dengan kemampuan yang rendah.

Baca Juga: Perlu regulasi yang mendukung pemanfaatan FABA

Pengamat Pajak dari Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji turut menambahkan, aspek insentif investasi juga menjadi salah satu faktor penentu guna meningkatkan daya saing investasi nasional.

“IMF (International Monetary Fund) dan OECD (Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi) menyatakan ini adalah salah satu aspek yang penting dalam menjamin ekosistem kemudahan berusaha,” terang Bawono.

Kepastian insentif investasi menurutnya bukan hanya untuk mengundang investor baru saja, melainkan juga untuk memberikan perlakuan yang lebih baik bagi investor yang sudah menanamkan investasinya di Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×