kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45929,31   1,67   0.18%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

KSP Persada Madani tersandung hukum di pengadilan


Senin, 13 April 2015 / 22:30 WIB
KSP Persada Madani tersandung hukum di pengadilan
ILUSTRASI. DPK Perbankan: Pelayanan Nasabah di sebuah bank milik pemerintah di Jakarta, Selasa (27/12/2022). Dalam Tren Turun, Manajemen BNI Optimistis Saham BBNI Berbalik Menguat


Reporter: Benedictus Bina Naratama | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Persada Madani tersandung kasus hukum di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Menyusul upaya hukum penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) yang diajukan oleh salah satu nasabahnya, Heri Sugianto.

Berdasarkan berkas permohonan yang diperoleh KONTAN, Senin (13/4) Heri Sugianto yang bertindak sebagai pemohon PKPU merupakan salah seorang nasabah dari Koperasi Simpan Pinjam Persada Madani (termohon) yang telah menyimpan uangnya melalui simpanan berjangka. Namun hingga jatuh tempo yang telah ditentukan, termohon tidak kunjung memberikan pengembalian simpanan pokok berserta bunganya.

"Oleh karena kewajiban termohon kepada pemohon PKPU telah melewati jangka waktu yang tercantum di dalam Sertifikat Simpanan Berjangka, maka kewajiban tersebut menjadi utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih sebesar Rp 916.934.000," ujar kuasa hukum pemohon, Titik Kiranawati dikutip dalam berkas permohonan.

Adapun termohon sendiri merupakan suatu badan hukum koperasi yang memiliki kegiatan usaha di bidang simpan pinjam berjangka berdasarkan Keputusan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah dengan No. 315/DEP.1.1/VII/2010 dan Dinas Koperasi UKM dan Perindustrian Perdagangan Kota Bandung No. 024/BH/XIII.23/X/KUKM & PERINDAG/2008. Saat ini, termohon berkedudukan di Jl. Kota Baru Raya No 26 Bandung, Jawa Barat.

Perkara PKPU ini bermula pada tahun 2014 ketika pemohon PKPU melakukan penyimpan uang melalui simpanan berjangka kepada termohon. Sesuai dengan Sertifikat Simpanan Berjangka No. 010500-82-14-11844 tertanggal 21 Juli 2014, pemohon memberikan modal simpanan sebesar Rp 300 juta dengan jangka waktu selama enam bulan, sehingga memiliki tanggal jatuh tempo pada 21 Januari 2015. Melalui simpanan berjangka ini, pemohon dijanjikan akan memperoleh pembayaran jasa simpanan sebesar 1,8% setiap bulannya.

Kemudian pada 19 Agustus 2014, pemohon kembali menyimpan uangnya melalui simpanan berjangka kepada termohon berdasarkan Sertifikat Simpanan Berjangka No. 010500-82-14-12481. Sesuai dengan sertifikat tersebut, pemohon memberikan modal simpanan sebesar Rp 590 juta dengan jangka waktu selama enam bulan sehingga memiliki tanggal jatuh tempo pada 19 Februari 2015. Melalui simpanan berjangka ini, pemohon dijanjikan akan memperoleh pembayaran jasa simpanan sebesar 1,8% setiap bulannya.

"Namun hingga tanggal jatuh tempo, termohon PKPU tidak kunjung mengembalikan modal simpanan serta pembayaran jasa simpanan sebesar 1,8% kepada pemohon," ujar Titik dalam berkas permohonan.

Dengan demikian, termohon dianggap sudah tidak dapat melakukan pengembalian pokok serta pembayaran jasa simpanan 1,8% kepada pemohon PKPU dengan total nilai utang sebesar Rp 916,93 juta. Nilai utang termohon ini berasal dari Sertifikat Simpanan Berjangka No. 010500-82-14-11844 tertanggal 21 Juli 2014 sejumlah Rp 312,42 juta dan Sertifikat Simpanan Berjangka No. 010500-82-14-12481 tertanggal 19 Agustus 2014 sejumlah Rp 604,51 juta.

Titik menuturkan pemohon telah berusaha untuk menyelesaikan permasalahan ini dengan termohon, namun saat itu pemohon PKPU diminta untuk menunggu dan bersabar tanpa adanya kepastian utang tersebut akan dibayar oleh termohon. Hingga permohonan restrukturisasi utang ini diajukan, termohon tidak juga membayar kewajibannya sehingga pemohon PKPU memperkirakan termohon sudah tidak dapat melanjutkan membayar utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.

Sesuai dengan pasal 222 ayat 3 Undang-undang No 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU menyebutkan kreditur yang memperkirakan debitur tidak dapat melanjutkan membayar utangnya dapat memohonkan PKPU agar diberikan tenggang waktu menyelesaikan Kewajiban utangnya sesuai dengan memberikan rencana perdamaian.

Untuk menguatkan dalil permohonan PKPU, lanjut Titik, pemohon turut menyertakan dua orang kreditur lainnya yang juga merupakan nasabah dari termohon. Kreditur lain pertama, Waway Wiliyati Widjaya diketahui memiliki piutang kepada termohon dengan total nilai Rp 1,075 miliar. Nilai piutang ini berasal dari empat Sertifikat Simpanan Berjangka yang dibuat pada 3 Juli 2014 dan 28 Agustus 2014.

Selain itu, terdapat kreditur lain dengan nama Djuningsih yang memiliki nilai piutang sebesar Rp 104.000.000 berdasarkan Bukti Setoran Bank Mandiri tertanggal 30 Januari 2014, kwintasi Penerimaan Simpanan No. 0023298, dan Bilyet Giro No. MJ 041413 tertanggal 30 Januari 2015.

Di dalam permohonan PKPU ini, pemohon mengajukan empat nama pengurus bila permohonan dikabulkan oleh majelis hakim PN Jakpus, yakni Kristandar Dinata, Andreas D. Sukmana, Dimas A. Pamungkas, dan Mappajanci Ridwan Saleh.

Namun, hingga proses persidangan perkara PKPU ini digelar dengan agenda pengajuan bukti pemohon pada Senin 13 April 2014, pihak termohon maupun kuasa hukumnya tidak juga hadir di ruang sidang. Majelis hakim Didik Riyono memutuskan untuk melanjutkan persidangan tanpa kehadiran termohon karena telah dianggap melepaskan hak-hak hukumnya.

Perkara dengan No 31/Pdt.Sus-PKPU/2015/PN.Jkt.Pst ini telah didaftarkan oleh pemohon sejak 30 Maret 2015.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet

[X]
×