kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kisah Darmin saat terapkan sunset policy di 2008


Jumat, 10 April 2015 / 06:32 WIB
Kisah Darmin saat terapkan sunset policy di 2008
ILUSTRASI. Ada beberapa komponen dalam semangka yang dapat menimbulkan efek samping.


Sumber: Kompas.com | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. Mantan Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) Kementerian Keuangan Darmin Nasution menyarankan agar kebijakan sunset policy yang baru untuk mencapai target penerimaan pajak, bisa mencakup lebih banyak industri.

Berdasarkan pengalaman sunset policy 2008 lalu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan hanya memberikan kelonggaran penghapusan denda bagi wajib pajak badan di sektor industri kelapa sawit, batubara, dan industri konstruksi. 

“Nah, itu sudah ada tapi baru tiga. Ambil saja 10 atau 15 industri lagi,” kata dia dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Badan Anggaran DPR RI, Jakarta, Kamis (9/4/2015). 

Darmin juga menceritakan penerapan sunset policy memang harus terukur dan berdasarkan data. Salah satunya dia contohkan, untuk industri kelapa sawit yang dikenai adalah yang beskala besar dengan luas lahan di atas 100.000 hektare. 

“Kelapa sawit yang penting kita tahu dan kita pakai GPS untuk luas koordinat kebunnya. Kita bisa hitung produksinya, kita punya benchmark biaya berapa, sehingga dengan cepat kita bisa tahu gross profit per hektare dengan range yang masuk akal,” ucap dia.

Dia berkisah, pada waktu itu otoritas pajak memanggil pemilik kebun kelapa sawit dan bukannya direksi. Menurut dia, pengusaha kelapa sawit pada waktu itu bersedia menghitung bersama pendapatan kena pajaknya. 

“Yang melawan pada waktu itu kan hanya satu. Ya itu, yang kemudian kena pengadilan. Sukanto Tanoto,” ujar Darmin. (Estu Suryowati)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×