kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Keuntungan ekspor komoditas tidak bergantung pada nilai dollar AS


Rabu, 25 April 2018 / 18:52 WIB
Keuntungan ekspor komoditas tidak bergantung pada nilai dollar AS
ILUSTRASI. Pelabuhan Tanjung Priok


Reporter: Abdul Basith | Editor: Sofyan Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menguatnya nilai tukar dollar Amerika Serikat (AS) atas mata uang lainnya tidak membawa pengaruh besar bagi ekspor komoditas unggulan Indonesia.

Pasalnya harga komoditas Indonesia tidak hanya dipengaruhi oleh mata uang Negeri Paman Sam tersebut. Keuntungan eksportir Indonesia pun dinilai lebih bergantung pada harga komoditas itu sendiri.

Sebagai produsen terbesar minyak sawit dunia, kenaikan nilai tukar dollar AS tersebut dianggap tidak berpengaruh bagi industri. "Tidak ada pengaruhnya kenaikan dollar," ujar Wakil Ketua Umum III urusan perdagangan dan keberlanjutan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Togar Sitanggang kepada Kontan.co.id, Rabu (25/4).

Sedangkan harga minyak sawit masih dipengaruhi oleh permintaan dan produksi. Oleh karena itu, perkembangan kebutuhan dunia pun dianggap lebih utama dalam perbaikan harga sawit.

Selain itu, industri sawit pun perlu bersaing dengan minyak nabati lainnya yang diproduksi oleh negara tujuan ekspor. Beberapa negara tujuan ekspor minyak sawit Indonesia memiliki produksi minyak nabati yang berasal dari kedelai, rapeseed, dan biji bunga matahari.

Sementara itu kenaikan nilai dollar diakui memberi keuntungan tambahan bagi industri karet Indonesia sebagai komoditas yang juga menjadi andalan Indonesia untuk ekspor.

Meski begitu, keuntungan tersebut dianggap tidak berlangsung lama bila dollar kembali melemah nantinya. Oleh karena itu, nilai tukar mata uang tidak dilihat oleh industri karet sebagai sumber pendapatan.

"Penguatan dan pelemahan kurs bukanlah sumber keuntungan utama pada akhirnya zero sum game," terang Ketua Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) Moenardji Soedargo.

Sama seperti minyak sawit, Moenardji bilang perhatian utama industri karet adalah harga komoditas karet sendiri. Pasalnya harga karet pun kerap fluktuatif.

Moenardji bilang saat ini harga karet masih belum bergerak naik. Padahal sebelumnya telah dilakukan skema pembatasan ekspor karet (Agreed Export Tonnage Scheme/AETS). "Harga karet saat ini masih belum banyak bergerak," jelas Moenardji.

Harga karet masih berkisar antara US$ 1.375 per ton hingga US$ 1.395 per ton. Meski begitu Moenardji kembali berharap harga tidak kembali anjlok.

Sementara menurut Ketua Umum Gabungan Eksportir Kopi Indonesia (Gaeki) Hutama Sugandhi kenaikan dollar membuat keuntungan dari ekspor kopi Indonesia. Selain itu harga tersebut juga akan berimbas bagi pendapatan petani.

"Kalau untuk eksportir menguntungkan karena mendapatkan rupiah yang lebih besar," ujar Hutama.

Harga kopi internasional dinilai Hutama masih sedikit pergerakannya. Saat ini harga kopi robusta Indonesia di pasar internasional sebesar US$ 2.000 per ton.

Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor andalan Indonesia. Hutama bilang negara utama tujuan ekspor kopi Indonesia adalah AS, Uni Eropa (UE), dan Jepang.

Kenaikan nilai tukar dollar dinilai Hutama akan menguntungkan oleh tiap komoditas ekspor selain yang masih mengimpor bahan baku. Namun, secara ekonomi makro hal tersebut juga akan berdampak kurang baik bagi ekonomi negara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×