kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Jurus Ditjen Pajak menangkal transfer pricing


Selasa, 17 Januari 2017 / 18:23 WIB
Jurus Ditjen Pajak menangkal transfer pricing


Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Praktik penghindaran pajak dengan skema transfer pricing tidak hanya terjadi pada perusahaan multinasional yang lintas negara. Praktik menyeting harga transaksi tertentu dengan perusahaan terafiliasi ini, menurut Ditjen Pajak, juga terjadi di antarperusahaan dalam negeri. 

Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak John Hutagaol mengatakan, beberapa perusahaan yang ada dalam satu grup di Indonesia kerap menggunakan skema ini.

Tujuannya yaitu memindahkan keuntungan dari satu perusahaan ke perusahaan lain yang memiliki kewajiban perpajakan lebih kecil. 

Kasubdit Pencegahan dan Penanganan Sengketa Perpajakan Internasional Achmad Amin menjelaskan, ada dua cara yang secara umum dilakukan di Indonesia.

Pertama, transaksi transfer pricing dilakukan ketika ada satu perusahaan dalam sebuah grup yang mendapatkan fasilitas tax holiday. Perusahaan lainnya yang memiliki afiliasi memindahkan keuntungan atau laba pada perusahaan dengan fasilitas tersebut. "Perusahaan yang mendapatkan tax holiday tidak memiliki kewajiban perpajakan," kata Achmad, Selasa (17/1). 

Praktik ini mirip dengan transfer pricing yang dilakukan antarnegara atau offshore transfer pricing, yaitu memindahkan keuntungan ke perusahaan yang berada di negara dengan tarif pajak lebih rendah, alias tax haven.

Contoh transfer pricing lain yang ada di dalam negeri, dengan mengalihkan sebagian laba pada perusahaan di dalam satu grup yang mencatat rugi bersih. Di Indonesia, perusahaan bebas beban pajak jika merugi.

Salah satu ciri-ciri perusahaan merugi yang menjadi tempat menampung keuntungan tersebut adalah berjalan seperti biasa, seperti tidak mengalami kendala keuangan. 

Achmad mencontohkan, ada perusahaan A yang secara normal menguntungkan terafiliasi dengan perusahaan B yang selalu merugi.

Kemudian, perusahaan A, melakukan transaksi dengan perusahaan B tersebut dengan harga transfer yang sudah diatur. Tujuannya, keuntungan perusahaan A berkurang, namun perusahaan B tetap rugi. 

Nah, untuk menghadapi modus-modus penghindaran pajak ini, pemerintah menerbitkan Peraturan menteri Keuangan (PMK) nomor 213/PMK.03/2016 tentang Dokumen dan atau Informasi Tambahan yang Wajib Disimpan oleh Wajib Pajak yang melakukan Transaksi dengan Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa.

PMK ini merupakan penyempurnaan dari Peraturan Dirjen pajak nomor 23/PJ/2013 yang mengatur soal transfer pricing. Dalam PMK tersebut, tersebut tidak hanya mengharuskan pembuatan dokumen transfer pricing atas transaksi dengan pihak terafiliasi di luar negeri saja. Tetapi juga dengan pihak yang ada di dalam negeri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×