Reporter: Silvana Maya Pratiwi | Editor: Andri Indradie
JAKARTA. Mewakili para buruh, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyampaikan harapannya terhadap program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Berikut ini permintaan KSPI seperti disampaikan Presiden KSPI Said Iqbal ke KONTAN, belum lama ini.
1. Iuran Tapera jangan memberatkan buruh atau pengusaha. Harus seimbang.
Caranya, pemerintah menekan terlebih dahulu harga rumah. Kata, Iqbal, pemerintah bisa pakai regulasi atau skema subsidi, misalnya subsidi konstruksi. Pengembang rumah juga sebaiknya perusahaan pemerintah alias Badan Usaha Milik Negara (BUMN), seperti Perusahaan Umum (Perum) Pembangunan Perumahan Nasional (Perumnas). Sehingga, pemerintah bisa menetapkan harga rumah lebih murah atau di bawah harga pasar. Setelah harga rumah turun, baru masuk ke pembahasan iuran Tapera, antara pekerja dan pemberi kerja.
2. Tentukan dengan jelas siapa saja peserta Tapera.
Iqbal mengklaim, dari total jumlah buruh di Indonesia, sekitar 80% merupakan penerima upah minimum. Nah, kelompok 80% penerima upah minimum inilah yang biasanya tak bisa beli rumah. Harga rumah paling murah tipe 27 atau tipe 30, sudah di kisaran Rp 120 jutaan. Itu artinya, jika syarat uang muka minimal 30%, buruh harus menyediakan sekitar Rp 36 juta. Jadi, sasaran peserta Tapera seharusnya kelompok buruh penerima upah minimum. "Peserta Tapera wajib dimulai dari buruh penerima upah minimum," tegas Said.
3. Pengelola dan penempatan alias pengelolaan dana Tapera harus jelas.
Pasalnya, uang yang dihimpun dari program Tapera akan sangat besar. Hitung-hitungan kasar Said, katakanlah rata-rata upah minimum nasional sekitar Rp 2 jutaan. Itu artinya, jika iuran Tapera sebesar 3%, dana yang masuk program Tapera sebesar Rp 60.000 per orang. Nah, jika jumlah buruh formal saja sekitar 44,44 juta, artinya dana Tapera menghimpun sekitar Rp 2,67 triliun per bulan atau Rp 32,04 triliun setahun. Jika ada badan pengelola khusus, KSPI meminta buruh dan pengusaha dilibatkan di dalam sistem untuk menjadi pengawas.
4. Iuran Tapera tidak diambil pada saat pensiun. Itu percuma.
Iuran Tapera harus diambil setelah 10 tahun kepesertaan. Karena, ada program Jaminan Hari Tua (JHT) untuk rumah yang besar porsinya 30% dari total dana JHT setelah 10 tahun. Per Januari 2016, total dana JHT Rp 180,88 triliun alias terdapat dana untuk program perumahan JHT sebesar Rp 54,26 triliun. Nah, dengan demikian, setelah 10 tahun kepersertaan Tapera ditambah iuran JHT itu, akumulasinya mampu dipakai buruh untuk beli rumah dengan CP dan cicilannya. "Ini seperti di Singapura atau Malaysia, sebenarnya. Setelah 10 tahun, iuran Tapera ditambah JHT bisa menjadi DP dan cicilan," kata Said.
5. Pemerintah juga harus berkontribusi.
KSPI meminta, Pemerintah jangan hanya sebagai lembaga yang bertugas mengumpulkan uang dari pekerja dan pemberi kerja. Pemerintah juga harus ikut berkontribusi. Namun, kontribusi pemerintah tidak harus berupa iuran. Bentuknya bisa saja dengan subsidi yang bentuknya bisa berbagai macam, seperti subsidi kredit konstruksi, subsidi suku bunga kredit, dan sebagainya. Tujuannya, menekan harga rumah di bawah harga pasar.
6. Investasi dana Tapera harus jelas dengan pengawasan ketat.
Dengan dana sekitar Rp 32,04 triliun per tahun, bisa untuk pembangunan satu juta unit rumah. Efeknya untuk kesejahteraan buruh, kata Said, bisa luar biasa. Dahsyat! "Satu juga buruh bisa punya rumah setelah 10 tahun kepesertaan," tegas Said. Untuk mewujudkannya, investasi dana Tapera harus maksimal dan ditempatkan ke instrumen investasi yang jelas dan ketat pengawasannya. Sehingga, imbal hasil yang diperoleh bisa maksimal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News