kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.567.000   7.000   0,45%
  • USD/IDR 15.703   0,00   0,00%
  • IDX 7.574   4,17   0,06%
  • KOMPAS100 1.170   -1,95   -0,17%
  • LQ45 921   -3,22   -0,35%
  • ISSI 231   0,26   0,11%
  • IDX30 474   -2,28   -0,48%
  • IDXHIDIV20 568   -1,28   -0,23%
  • IDX80 133   -0,19   -0,14%
  • IDXV30 141   0,91   0,65%
  • IDXQ30 158   -0,72   -0,45%

ICW: Ada yang janggal dari OTT KPK kali ini


Sabtu, 23 Mei 2020 / 11:10 WIB
ICW: Ada yang janggal dari OTT KPK kali ini
ILUSTRASI. Pekerja membersihkan logo Komisi Pemberantasan Korupsi di gedung KPK, Jakarta, Senin (5/2). Dari hasil penindakan rasuah sepanjang tahun 2017, KPK mengklaim telah berhasil mengembalikan uang sebesar Rp 276,6 miliar kepada negara, dari uang tindak pidana k


Sumber: Kompas.com | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana melihat kejanggalan pada Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan penyidik KPK terhadap pejabat di Universitas Negeri Jakarta (UNJ), beberapa waktu lalu. 

Kejanggalan dilihat dari KPK yang pada akhirnya menyerahkan penanganan perkara tersebut ke instansi Polri. "Hal ini cukup mengundang tanda tanya masyarakat," kata Kurnia dalam keterangan tertulis, Jumat (22/5). 

Baca Juga: KPK: Tidak tertutup kemungkinan penyelenggara negara terlibat kasus OTT pejabat UNJ

Sebab, sebelumnya pihak KPK mengatakan bahwa unsur penyelenggara negara diduga terlibat di dalam kasus tersebut. Namun seolah membantah pernyataannya sendiri, KPK kemudian memaparkan konstruksi perkara itu secara umum yang menyiratkan bahwa ada unsur penyelenggara negara di dalam kasus itu. 

Salah satu poinnya adalah Rektor UNJ diduga berinisiatif memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) melalui Kepala Bagian Kepegawaian UNJ kepada pejabat di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). 

Menurut Kurnia, berdasarkan Pasal 2 angka 7 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, dijelaskan bahwa pimpinan perguruan tinggi negeri dikategorikan sebagai penyelenggara negara. 

Terlebih lagi, dalam Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, disebutkan "penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan orang lain secara melawan hukum dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu atau membayar dapat dijerat dengan maksimal hukuman 20 tahun penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar". 

Baca Juga: OTT KPK terbaru dinilai permalukan diri sendiri

Artinya, KPK tetap dapat menangani perkara tersebut karena menyangkut penyelenggara negara dan tidak mesti menyerahkan penanganan kasusnya ke Polri. Apalagi, ditambah dengan dugaan kuat keterlibatan oknum pejabat Kemendikbud. 

"Atas dasar argumentasi itu, apa yang mendasari KPK memilih untuk tidak menangani perkara tersebut? Maka, sudah barang tentu KPK dapat mengusut lebih lanjut perkara ini," ucap Kurnia. 




TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×