Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Era suku bunga tinggi semakin dekat. Bank Indonesia (BI) semakin tegas memberikan sinyal kenaikan suku bunga acuannya (BI 7-day Reverse Repo Rate) di tengah laju ekonomi Indonesia yang masih belum sesuai ekspektasi.
Meski begitu, Ekonom Maybank Indonesia Juniman memproyeksi, BI akan menaikkan suku bunganya dengan cepat di tahun ini. Tapi, iya juga meyakini bahwa kenaikan itu akan dilakukan secara gradual. Oleh karena itu, "Efeknya terhadap pertumbuhan ekonomi terbatas," kata Juniman kepada Kontan.co.id, Jumat (11/5).
Juniman memperkirakan, BI dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pekan depan akan menaikkan bunga acuannya sebesar 25 basis points (bps) dari tingkat bunga saat ini sebesar 4,25%. Setelah itu, BI akan mencermati dampaknya, terutama ke rupiah.
BI juga masih akan melihat keputusan dan prediksi kenaikan The Fed di Juni nanti. Jika pengumuman The Fed membuat kurs rupiah kembali terdepresiasi, BI kata Juniman harus menaikkan bunga acuannya 25 bps lagi.
Juniman bilang jika sesuai perkiraannya, kenaikan bunga acuan sebesar 50 bps di tahun ini tidak berdampak besar pada pertumbuhan ekonomi. Tahun 2017 lalu kata Juniman, saat bunga acuan masih di level 4,75%, ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh 5%.
"Sebab problem utama pertumbuhan ekonomi adalah bagaimana caranya untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Penurunan bunga acuan sudah tidak efektif mendorong pertumbuhan," tambahnya.
Di sisi lain, persoalan rendahnya pertumbuhan kredit juga disebabkan oleh tidak adanya permintaan dan tingginya rasio kredit macet perbankan.
Meski begitu, Juniman juga menilai BI perlu menggunakan instrumen lain untuk mendorong pertumbuhan, yakni melalui kebijakan makroprudensial.
Juniman bilang, masih ada rencana kebijakan makroprudensial yang belum juga dikeluarkan BI, yaitu relaksasi nilai kredit terhadap nilai agunan (loan to value ratio atau LTV) spasial-targeted.
Di sisi lain, pemerintah dinilainya juga harus berperan melalui stimulus kebijakan fiskal untuk mendorong pertumbuhan. Utamanya, meningkatkan daya beli masyarakat kelas bawah. "Sama dengan AS, ketika The Fed naikkan suku bunganya, Presiden Trump melakukan fiscal policy," tambahnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News