kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bea keluar 5% Freeport langgar PMK?


Jumat, 12 Mei 2017 / 16:07 WIB
Bea keluar 5% Freeport langgar PMK?


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Sampai Oktober 2017, PT Freeport Indonesia (PTFI) diperbolehkan untuk pengenaan bea ekspor sebesar 5% dengan mengantongi kesepahaman bersama (memorandum of understanding/MoU) yang telah disepakati pemerintah dan PTFI.

Padahal, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 13/PMK.010.2017 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar, untuk mendapatkan bea keluar 5%, kegiatan pembangunan fisik fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) sudah harus 30%.

Sementara, sejak membangun smelter di Gresik, Jawa Timur pada 2014 silam, pembangunan smelter berkapasitas 2 juta ton konsentrat itu baru mencapai 14% sampai saat ini. Karena itu, merujuk pada PMK yang ada, PTFI harus membayar bea keluar 7,5% untuk ekspor konsentrat.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara mengatakan, dalam hal ini yang berhak menentukan dan melakukan asesmen atas perkembangan pembangunan smelter adalah Kementerian ESDM dan Kementerian Perdagangan

Dengan demikian, apabila pembangunan masih 14% sementara bea keluarnya 5%, itu adalah tanggung jawab kementerian tersebut. Namun, ia enggan mengomentari apakah hal tersebut adalah pelanggaran terhadap aturan yang ada.

“Nah, itu seharusanya teman-teman Kementerian ESDM yang mengevaluasi itu, bukan Kemenkeu. Tanyalah kepada ESDM. Kalau dia perkembangannya 0% sampai 30% menurut PMK itu 7,5%,” ujar Suahasil di Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (12/5).

Suahasil menjelaskan, mekanisme bea keluar itu yang mengeluarkan pertama adalah dari Kementerian ESDM, kemudian serahkan ke Kemendag.

Sebelumnya, diberitakan bahwa Kementerian ESDM memastikan setelah negosiasi selesai, bea keluar untuk PTFI akan ditetapkan sesuai dengan statusnya.

Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerjasama Kementerian ESDM, Sujatmiko mengatakan, apabila dalam negosiasi selama enam bulan atau Oktober ditetapkan status Freeport berubah menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK).

Apabila Freeport tidak sepakat untuk merubah statusnya menjadi IUPK dan bertahan dalam kontrak karya, maka kegiatan ekspor konsentrat Freeport dihentikan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×