kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.325.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

AJI kecam aksi FPI intimidasi pengguna medsos


Senin, 29 Mei 2017 / 12:05 WIB
AJI kecam aksi FPI intimidasi pengguna medsos


Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Sekelompok orang yang mengaku dari organisasi Front Pembela Islam (FPI) beberapa waktu belakangan kerap melakukan intimidasi terhadap individu pengguna media sosial. Dalam aksinya, anggota FPI mendatangi rumah pengguna media sosial yang dituduh menulis status bernada miring pada Imam FPI Rizieq Shihab serta memaksa mereka meminta maaf di bawah ancaman pidana. 

Beberapa korban intimidasi FPI dalam dua pekan terakhir antara lain Indrie Sorayya, 38 tahun. Indrie yang berprofesi sebagai pengusaha di Tangerang, Banten ini didatangi puluhan anggota FPI pada Minggu, 21 Mei 2017. Mereka memprotes status Facebook Indrie yang dinilai melecehkan Rizieq Shihab.

Intimidasi serupa dialami Fiera Lovita, 40 tahun, seorang dokter perempuan di Solok, Sumatera Barat. Penelusuran yang dilakukan SAFEnet, jejaring pendukung kebebasan berekspresi di Asia Tenggara, menunjukkan setidaknya ada 48 individu di seluruh Indonesia yang kini terancam diburu, diteror dan dibungkam dengan pola-pola kekerasan semacam ini.

Menurut Aliansi Jurnalis Independen Indonesia (AJI), aksi ini merupakan tindakan teror yang tak boleh dibiarkan. Dalam keterangan pers yang dirilis hari ini (29/5), AJI mengecam keras segala bentuk intimidasi, kekerasan, dan pengekangan kebebasan berekspresi.

"Aksi main hakim sendiri yang dilakukan FPI mengancam jaminan perlindungan hak asasi manusia (HAM) yang diatur Pasal 28 (E) UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pasal itu berbunyi: Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat,” demikian pernyataan resmi AJI.

Selain itu, lanjut AJI, intimidasi dan teror atas pengguna media sosial bertentangan dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 yang merupakan ratifikasi International Covenant on Civil and Political Rights atau Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (Konvenan Sipol). Beleid itu mewajibkan Negara untuk menjamin hak sipil dan hak politik setiap warga negaranya.

Terkait hal tersebut, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menyatakan:

1. Mengecam keras tindakan Front Pembela Islam mengarahkan, atau setidaknya, membiarkan, anggotanya memburu warga negara yang menggunakan haknya untuk berekspresi di media sosial. Keberatan atas pendapat seseorang seharusnya dihadapi dengan pendapat tandingan sehingga muncul diskursus yang sehat dan beradab di ruang publik, termasuk di media sosial.

2. Mendesak negara dalam hal ini Kepolisian Republik Indonesia untuk melindungi hak berekspresi warga negara, di ranah manapun termasuk media digital.

3. Mengecam tindakan polisi membiarkan intimidasi dan teror atas kebebasan berekspresi, bahkan memfasilitasi ancaman pidana dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) atas status media sosial warga. Tindakan Polri semacam itu tidak bisa dibenarkan dan justru melanggengkan ketakutan di benak publik untuk mengungkapkan pikirannya secara bebas dan terbuka.

4. Mengimbau semua pihak untuk ikut aktif menjaga kebebasan sipil dan politik yang sudah kita nikmati sejak era Reformasi Mei 1998 silam. Dukungan bisa disampaikan dengan bersolidaritas pada korban di media sosial maupun turun tangan menekan pemerintah untuk konsisten menjaga hak sipil dan politik warga. Jangan biarkan siapapun merampas kebebasan dan hak-hak kita.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×