Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Utang luar negeri swasta naik, meski dalam tren melambat.
Namun yang perlu menjadi perhatian adalah utang luar negeri jangka pendek sektor swasta yang juga meningkat.
Utang jangka pendek berpotensi bisa memperlemah nilai tukar rupiah.
Data Bank Indonesia (BI) mencatat, posisi total utang luar negeri per Juli 2015 mencapai US$ 303,7 miliar.
Dari jumlah itu, porsi utang swasta 55,7% atau US$ 169,2 miliar.
Nah, utang jangka pendek dengan tenor kurang lebih sama dengan satu tahun naik, dari US$ 46,88 miliar jadi US$ 47,59 miliar.
Melonjaknya, utang luar negeri swasta jangka pendek didukung utang swasta non afiliasi yang naik US$ 1,3 miliar menjadi US$ 19,1 miliar.
Naiknya utang luar negeri non afiliasi jangka pendek inilah yang mesti diwaspadai karena belum tentu bisa di-roll over alias diperpanjang.
Jika tidak bisa diperpanjang, perusahaan harus membayar utangnya.
Kondisi ini mulai mengkhawatirkan karena banyak perusahaan yang tengah mengencangkan ikat pinggang.
Belum lagi kondisi nilai tukar rupiah terus tertekan. Jika tidak melakukan lindung nilai, maka dampaknya akan lebih besar.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, ke depan dollar Amerika Serikat (AS) masih berpotensi menguat.
"Likuiditas dollar akan terus berkurang dengan pembayaran utang luar negeri," tandas Josua, Minggu (20/9).
Jangan sampai kondisi 1997 hingga 1998 terjadi lagi. Dimana saat itu utang luar negeri korporasi non bank bengkak saat rupiah terdepresiasi.
Kombinasi tersebut akhirnya berdampak sistemik.
Utang non afiliasi
Direktur Eksekutif Departemen Statistik BI Hendy Sulistiowati mengatakan, utang jangka pendek perlu di-hedging atau dilakukan lindung nilai.
BI mewajibkan hedging utang swasta non bank dengan rasio hedging 0-6 bulan.
BI menilai utang swasta afiliasi yang nilainya pada Juli 2015 sebesar US$ 10,8 miliar atau 3,6% dari total ULN, relatif aman karena berutang kepada induk perusahaan.
Perpanjangan utang bisa dilakukan karena satu grup. Sementara itu, utang swasta non afiliasi yang jumlahnya US$ 14,6 miliar atau sebesar 4,8% dari total ULN, belum tentu bisa diperpanjang.
"Risiko utang non afiliasi lebih tinggi, sehingga mesti di-hedging," kata Hendy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News