kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Waspada tantangan berat ekonomi di 2018


Senin, 04 Desember 2017 / 11:39 WIB
Waspada tantangan berat ekonomi di 2018


Reporter: Adinda Ade Mustami, Siti Rohmatulloh | Editor: Rizki Caturini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski realisasi ekonomi tahun ini diprediksi meleset dari target pemerintah di 5,2%, toh ini tak mengurangi keyakinan pemerintah tahun 2018 bakal lebih baik. Meski begitu, pemerintah tampaknya harus waspada faktor eksternal serta internal yang bisa mengganggu ekonomi Indonesia di tahun depan.

Pertama, kenaikan bunga The Fed. Desember ini, ada kemungkinan Federal Reserves (The Fed) akan menaikkan bunga acuan. Bahkan, tahun depan, Fed akan mendongkrak kenaikan bunga tiga sampai empat kali bunga acuan, seiring pemulihan ekonomi Amerika Serikat (AS).

Jika ini terjadi, ada potensi rupiah terpapar dengan kenaikan bunga acuan. Ingat, ekonomi kita masih dikuasai dana asing alias hot money. Sampai 29 November, investor asing mengempit 39,25% Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp 2.115,07 triliun. Nilai ini setara Rp 830,26 triliun.

Risiko penarikan dana secara besar-besaran tak mustahil terjadi. "Cadangan devisa harus terus diperkuat, untuk antisipasi capital outflow dan menjaga volatilitas rupiah," saran Ekonom INDEF Eko Listiyanto, Minggu (3/12).

Efek penarikan dana bisa membuat rupiah lesu darah. Mahalnya rupiah bisa berdampak dengan kenaikan bunga utang yang bisa memberatkan anggaran. Kenaikan bunga Fed juga akan mengakhiri era bunga murah yang bisa menjadi stimulus mengalirnya kredit ke sektor riil.

Kondisi yang juga mencemaskan adalah risiko kenaikan harga minyak. Kenaikan harga minyak akan jadi beban anggaran, utamanya subsidi BBM dan listrik. Bisa lebih parah jika suhu geopolitik di Korea dan Timur Tengah menjadi lebih panas. Dari dalam negeri, juga ada risiko politik. Pilkada serentak bisa membuat suhu politik memanas. (lihat infografis)

Ekonom SKHA Institute for Global Competitiveness Eric Sugandi mengatakan, pemerintah harus mengelola anggaran dengan hati-hati. Salah satunya menjaga defisit. "Pembengkakan defisit APBN bisa jadi salah satu alasan capital outflow," tandas Eric. Utang harus dijaga lantaran jumlahnya terus membesar.

Agar ekonomi tetap berapi, pemerintah harus menjaga inflasi agar daya beli tumbuh. Salah satunya: dengan tak menaikkan harga yang diatur pemerintah (administered prices), pasokan kebutuhan rumah tangga harus terjaga.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemkeu Suahasil Nazara mengatakan, APBN 2018 sudah mengover tantangan ekonomi internal dan eksternal. Pemerintah berkomitmen menjalankan APBN 2018 dengan teliti. "Target penerimaan dan pengeluarannya terukur, angka defisit juga moderat," ujar Suahasil.

Pemerintah juga akan terus mengupayakan perbaikan sektor riil dengan berbagai reformasi struktural yang dapat mendorong konsumsi, investasi serta ekspor. Pemerintah juga akan berkoordinasi dengan otoritas untuk sinergi kebijakan fiskal, dan kebijakan moneter. Semoga saja ini cukup untuk hadapi 2018.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×