kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

UU OJK masih punya banyak celah bagi sistem keuangan


Senin, 14 November 2011 / 09:17 WIB
UU OJK masih punya banyak celah bagi sistem keuangan


Reporter: Herlina Kartika, Narita Indrastiti |

JAKARTA. Undang-undang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang disahkan akhir Oktober lalu masih mengundang kritik. Kritik terbaru, UU ini dinilai terlalu banyak memuat aturan tentang dewan komisioner dan melupakan masalah yang tak kalah penting, yakni seputar hubungan OJK dengan Bank Indonesia (BI).

UU OJK yang telah disahkan dinilai tidak cukup detil mengatur hubungan OJK dengan BI. Selain itu, penjelasan atas pasal yang mengatur hubungan dengan BI terbilang sangat sederhana. "Dari sekitar 70 pasal, sebanyak 20 pasal mengatur dewan komisioner. Sedangkan hubungan Bank Indonesia dan OJK sedikit sekali," kritik pengamat Ekonomi UGM Anggito Abimanyu, akhir pekan lalu.

Pasal yang mengatur hubungan BI dan OJK dicantumkan dalam pasal 39 dan Pasal 40. Pasal 39 menyebutkan, OJK berkoordinasi dengan BI dalam membuat peraturan pengawasan perbankan. Antara lain, pertama, dalam membuat peraturan modal minimum bank. Kedua, sistem informasi bank.

Ketiga, seputar penerimaan dana dari luar negeri, valuta asing dan pinjaman komersial. Keempat, seputar produk perbankan, transaksi derivatif, dan kegiatan usaha bank lainnya. Kelima, dalam membuat daftar bank yang masuk kategori systematically important bank. Keenam, data lain yang dikecualikan dari kerahasiaan informasi.

Koordinasi dengan BI juga hanya sedikit di atur dalam tiga ayat di pasal 40 tentang tugas dan wewenang BI dalam pemeriksaan khusus. Intinya, BI dapat melakukan pemeriksaan khusus dengan seizin OJK. Namun BI tidak dapat memberikan penilaian tentang kesehatan bank yang diperiksa.

Anggito juga mengkritik syarat menjadi anggota dewan komisioner masih abu-abu dan sederhana. Contohnya di pasal 15 ayat g disebutkan calon anggota dewan komisioner harus memiliki keahlian di sektor jasa keuangan. "Harusnya dibuat lebih konkret, sehingga nanti siapapun yang diusulkan tidak bermasalah, karena kriterianya jelas," kata Anggito.

Sebelumnya Wijayanto, ekonom dari Universitas Paramadina juga mengkritik, Undang-Undang OJK tidak cukup kuat untuk mengantisipasi hantaman krisis ke Indonesia, sehingga pemerintah dan DPR perlu segera mengesahkan RUU Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK). "Kalau krisis terjadi sekarang, kita tidak punya protokolnya. Ini menjadi bahaya," kata Wijayanto saat diskusi Financial Reform Institut.

Sekadar informasi, UU OJK baru sebatas membentuk Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan. Di sini belum diatur kriteria lembaga keuangan yang boleh menerima dana talangan dari BI.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×