Reporter: Maria Gelvina Maysha | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Koordinator Advokasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Timboel Siregar menilai program perlindungan dalam Undang-Undang Kesehatan masih diskriminatif bagi tenaga medis, khususnya untuk peserta didik yang melakukan pemagangan di fasilitas kesehatan.
Sebab, ia bilang selama ini peserta didik tersebut hanya mendapat jaminan kesehatan dari BPJS Kesehatan, tetapi tidak mendapat fasilitas jaminan pelindungan dari BPJS Ketenagakerjaan.
Padahal, mereka juga merupakan subjek hukum yang sama-sama bekerja, memberikan pelayanan di fasilitas kesehatan sehingga memiliki resiko kerja.
“Tapi kenapa peserta didik diposisikan lebih rendah dari peserta pemagangan dalam perlindungan di Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JK),” ujar Timboel dalam keterangan resminya, Rabu (12/7).
Baca Juga: Begini Dampak UU Kesehatan yang Baru ke Emiten Kesehatan
Adapun, di Pasal 273 ayat (1) huruf e, Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan berhak mendapatkan jaminan kesehatan dan jaminan ketenagakerjaan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun peserta didik hanya mendapatkan jaminan Kesehatan.
Sementara, apabila merujuk pada Pasal 219 ayat (1) dalam UU Kesehatan, seharusnya peserta didik mendapatkan jaminan sosial ketenagakerjaan juga, tidak hanya jaminan sosial kesehatan.
"Paling tidak mendapat program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian," jelas Timboel.
Karena, meenurut dia manfaat program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian akan secara signifikan melindungi peserta didik (dan keluarganya) ketika mereka memberikan pelayanan Kesehatan, sejak dari rumah hingga pulang ke rumah, baik manfaat kuratif, manfaat ekonomi hingga pelatihan yang semuanya difasilitasi oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News