kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

UU Cipta Kerja berikan relaksasi sanksi administrasi pajak


Rabu, 14 Oktober 2020 / 15:45 WIB
UU Cipta Kerja berikan relaksasi sanksi administrasi pajak


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Untuk mendorong kepatuhan wajib pajak dan wajib bayar secara sukarena pemerintah memberikan relaksasi administrasi pajak hingga hak pengkreditan pajak masukan. Hal ini tertuang dalam pasal-pasal di Undang-Undang (UU) Cipta Kerja.

Pertama, besaran sanksi administrasi berupa bunga per bulan mengacu pada suku bunga acuan yang berlaku sebagimana keputusan Menteri Keuangan (Menkeu) dibagi 12, ditambah uplift factor sesuai dengan kesalahan wajib pajak. Sehingga jika dikalkulasu besaran sanksi akan lebih rendah daripada tarif tetap yang berlaku saat ini sebesar 2%.

Kedua, besaran imbalan bunga per bulan mengacu pada suku bunga acuan yang berlaku dan ditetapkan oleh Menkeu dibagi 12. Aturan saat ini besaran imbalan dengan tarif tetap sebesar 2%. Ketiga, sanksi pengungkapan ketidakbenaran pembuatan sebesar 100%, turun dari yang sebelumnya 150%.

Keempat, sanksi penghentian penyidikan tindak pidana pajak sebesar 300%. Aturan lama, penghentian penyidikan tindak pidana pajak sebesar 4 kali pajak terutang atau kurang bayar atau tidak seharusnya dikembalikan. 

Kelima, dapat mengkreditkan pajak masukan sebelum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dengan deemed pajak masukan 80%. Lalu, pajak masukan tidak dilaporkan di SPT dan ditemukan saat pemeriksaan dapat dikreditkan sesuai dengan bukti faktur pajak yang dimiliki.

Baca Juga: Pembentukan badan pelaksana rumah susun bagi MBR dihapus di UU cipta kerja

Kemudian, pajak masukan ditagih dengan ketetapan pajak dapat dikreditkan sebesar pokok pajak. Aturan saat ini seluruh pajak masukan tersebut tidak dapat dikreditkan.

Keenam, pengaturan pajak masukan sebelum PKP melakukan penyerahan terutang pajak pertambahan nilai (PPN) yakni dapat dikreditkan atas semua perolehan BKP/JKP. Lalu, lebih bayar pajak dikompensasi ke masa berikutnya dan dapat direstitusi di akhir tahun buku.

Selanjutnya, bila tiga tahun pertama sejak pengkreditan belum ada penyerahan BKP/JKP, PPN menjadi tidak dapat dikreditkan dengan kata lain dibatalkan. Aturan lama PM sebelum PKP menyerahkan terutang PPN hanya dapat dikreditkan sebatas barang modal.

Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Suryo Utomo mengatakan tujuan adanya relaksasi ini untuk mendorong kepatuhan wajib pajak secara sukarena, mengingat prinsip perpajakan di Indonesia adalah self assessment. 

“Jadi pengaturan ulang ini bagaimana kita mendudukan cerita perbaikan administrasi pajak, supaya ini semuanya ke depan dapat membaik” kata Suryo dalam Konferensi Pers, Senin (12/10). 

Selanjutnya: Survei BI: Kondisi kegiatan usaha menunjukan perbaikan pada kuartal III-2020

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×