kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Utang pemerintah berpotensi membengkan tahun depan


Kamis, 19 Oktober 2017 / 18:06 WIB
Utang pemerintah berpotensi membengkan tahun depan


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melansir, total utang pemerintah pusat mencapai Rp 3.866,45 triliun per akhir September 2017 atau bengkak Rp 40 triliun dibandingkan posisi akhir Agustus 2017, yaitu Rp 3.825,79 triliun.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adinegara mengatakan, agresivitas pemerintah dalam menerbitkan utang ini tidak sejalan dengan berbagai pencapaian terutama di bidang infrastruktur.

Realisasi pembangunan infrastruktur yang selesai atau commercial operation date masih di bawah 10%. Sisanya masih dalam proses perencanaan dan lelang sebesar 41%.

“Penggunaan utang dalam membangun infrastruktur juga menuai pro dan kontra. Hal ini karena infrastruktur yang dibangun dampaknya ternyata tidak berpengaruh signifikan terhadap perekonomian,” katanya kepada Kontan.co.id, Kamis (19/10).

Misalnya penyerapan tenaga kerja sektor konstruksi yang turun 230 ribu orang di 2016 dibandingkan tahun 2015. Upah riil buruh bangunan juga mengalami penurunan -1.3% per September 2017 dibanding September tahun lalu.

“Sementara industri logam dasar sepanjang 2016 justru tumbuh negatif padahal infrastruktur sedang marak dibangun. Produksi semen juga kelebihan produksi karena tidak semuanya terserap di proyek infrastruktur,” jelasnya.

Hal lain yang jadi perhatian adalah proyek infrastruktur sebagian besar atau sekitar 87% dikuasai oleh kontraktor besar. Jadi, wajar bila multiplier effect dari pemanfaatan utang yang diharapkan tidak terasa ke masyarakat.

Bhima melanjutkan, indikator lainnya dengan penambahan utang selama tiga tahun terakhir ternyata tidak sejalan dengan upaya menurunkan angka kemiskinan secara signifikan. Per Maret 2017 jumlah orang miskin secara nasional justru bertambah 6.900 orang.

“Angka ketimpangan atau rasio gini juga tidak mengalami penurunan yang signifikan masih di kisaran 0.39,” kata Bhima.

Oleh karena itu, pemerintah perlu untuk lebih berhati-hati dalam mengelola utang apalagi ada potensi membengkaknya utang di 2018 mendatang.

Penambahan utang baru di RAPBN 2018 sendiri mencapai Rp 399 triliun. “Namun melihat jatuh tempo utang di 2018 sebesar Rp 315.1 triliun, nampaknya akan ada peningkatan utang yang lebih ekspansif,” ujar dia.

Ia melanjutkan, outlook penerimaan pajak tahun 2018 masih waspada karena tidak ada dorongan lagi dari penerimaan extra seperti tax amnesty. “Agar tidak mengganggu jalannya perekonomian, pemerintah harus segera lakukan rasionalisasi pembangunan infrastruktur,” katanya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×