Reporter: Herlina KD | Editor: Test Test
JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada akhir Oktober lalu telah mengesahkan Undang-undang Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Meski begitu, UU ini dinilai justru lebih banyak mengatur mengenai dewan komisioner, sedangkan poin mengenai hubungan OJK dan Bank Indonesia tidak cukup detail dengan penjelasan yang sangat sederhana.
Pengamat Ekonomi UGM Anggito Abimanyu mengatakan jika melihat UU OJK, dari sekitar 70 pasal dalam UU OJK, sekitar 20 pasal mengatur mengenai dewan komisioner. Sedangkan hal-hal yang lebih penting terkait dengan hubungan Bank Indonesia dan OJK hanya satu pasal saja. "Hubungan antara BI dan OJK tidak cukup detail. Padahal, yang penting adalah bagaimana koordinasi antara BI, Kemenkeu dan OJK dalam mengantisipasi krisis," ujar Anggito, Jumat (11/11).
Catatan saja, dalam UU OJK, dewan komisioner diatur dalam bab IV dan bab V, mulai dari pasal 10 sampai pasal 27. Sementara itu, pasal yang mengatur hubungan BI dan OJK hanya dicantumkan dalam pasal 39 dan 40.
Dalam pasal 39 UU OJK menyebutkan dalam melakukan tugasnya OJK berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam membuat peraturan pengawasan perbankan. Pada pasal 40 disebutkan tugas dan wewenang BI dalam pemeriksaan perbankan yang harus dilaporkan kepada OJK.
Selain itu, mengenai kriteria anggota dewan komisioner, Anggito bilang ada beberapa hal yang bisa menjadi area abu-abu. Ia mencontohkan dalam pasal 15 poin g disebutkan syarat anggota dewan komisioner adalah mempunyai pengalaman keahlian di sektor jasa keuangan. "Harusnya ini dibuat lebih konkrit, sehingga nanti siapapun yang mengusulkan (pemerintah atau DPR) tidak akan menjadi masalah, selama kriterianya jelas," ungkapnya.
Pasalnya, Anggito bilang semua pihak menghendaki dewan komisioner adalah orang-orang yang benar-benar berkualitas. Sehingga, "Kalau disebutkan hanya orang yang mempunyai keahlian di sektor jasa keuangan, itu sangat sederhana sekali," katanya.
Ketua Pansus OJK Nusron Wahid mengatakan nantinya OJK memiliki tugas pengaturan dan pengawasan jasa keuangan di sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya. Penyusunan UU OJK ini, kata Nusron membutuhkan lima kali masa sidang dan tiga kali masa perpanjangan waktu.
Nusron menambahkan, dalam menjalankan tugasnya, OJK dijalankan oleh Dewan Komisioner yang berjumlah 9 orang yang diseleksi secara kolektif dan kolegial. Rinciannya, "Tujuh orang dewan komisioner dari masyarakat, dan 2 ex officio yang berasal dari Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia. Setiap anggota punya voting right," jelasnya dalam sidang paripurna DPR Ri beberapa waktu lalu
Menteri Keuangan Agus Matowardojo mengatakan untuk menegakkan independensi OJK, selama melaksanakan tugasnya Dewan Komisioner tidak dapat diberhentikan dari jabatannya. "Kecuali secara tegas secara tegas diatur dalam UU," jelasnya.
Sesuai amanat pasal 17 UU OJK menyatakan anggota Dewan Komisioner tidak dapat diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir, kecuali meninggal dunia, mengundurkan diri, masa jabatannya berakhir dan tidak dipilih kembali, tidak melaksanakan tugasnya sebagai anggota dewan komisioner lebih dari tiga bulan berturut-turut tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan dan melanggar kode etik. Untuk dewan komisioner ex officio dari Bank Indonesia dan Kemenkeu juga hanya bisa diberhentikan jika yang bersangkutan berhenti menjabat sebagai dewan gubernur atau pejabat setingkat eselon I di Kemenkeu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News