kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tolak full day school, ini alasan PBNU


Rabu, 14 Juni 2017 / 19:57 WIB
Tolak full day school, ini alasan PBNU


Reporter: Ramadhani Prihatini | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Rencana Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menerapkan kebijakan kegiatan belajar mengajar lima hari dengan menerapkan full day school (FDS) menuai berbagai kritikan dan penolakan. Salah satu yang melakukan penolakan atas aturan ini yakni Persatuan Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

PBNU menilai, ada banyak kerugian ketimbang manfaat dari kebijakan ini. Helmy Faishal Zaini, Sekertaris Jenderal (Sekjen) PBNU bilang, pihaknya melihat sembilan potensi kerugian yang dipastikan terjadi jika penerapan proses full day school ini dipaksakan.

Pertama, beban belajar yang akan makin memberatkan siswa. Jika kegiatan belajar mengajar ditambah sampai jam 16.00, maka keterserapan pendidikan pada anak usia dini tidak akan maksimal.

Kedua, terkait aspek mental spiritual, keberadaan lembaga pendidikan pesantren dan Madin ini telah banyak memberikan kontribusi pada pembentukan kepribadian dan watak mental spiritual anak. Di banyak tempat Madin biasanya dilaksanakan sore hari. Jika sekolah diberlakukan sampai sore hari, maka praktis mereka tak bisa mengikutinya.

Ketiga, terkait aspek akademik. Aturan belajar mengajar lima hari tentu harus diikuti oleh pembenahan kurikulum sekolah. Sementara mengubah kurikulum lama yang sudah secara sistematik diterapkan di sekolah tentu bukan hal yang mudah.

Keempat, terkait aspek kompetensi non akademik. Konsep lima hari sekolah, akan memutus kreatifitas anak dalam penguatan ilmu non akademik.

Kelima, terkait hak atas dunia sosial anak. Penambahan jam belajar mengajar selain mengambil jam belajar di luar sekolah, pada saat yang sama juga merampas jam bermain anak.

Keenam, terkait aspek ekonomi. Penambahan jam belajar sekolah praktiknya juga berhubungan dengan penambahan uang saku anak di sekolah. Dan ini tentu saja menambah beban finansial orang tua.

Ketujuh, terkait aspek keamananan mengenai waktu dan jarak pulang siswa.Dari sisi keamanan akan sangat rawan kalau anak setiap hari harus pulang sekolah kelewat petang.  

Kedelapan, dari aspek sarana prasarana penunjang. Seperti diketahui untuk sekolah di daerah-daerah tertentu masih sulit terakses sarana transportasi umum. Ini menjadi masalah lanjutan kalau jam pulang sekolah berubah. Masalah lain terkait keterbatasan ruang kelas juga.

Kesembilan, aspek ketahanan keluarga. Siswa yang berasal dari keluarga tak mampu, biasanya usai pulang sekolah selalu membantu orangtua. Jika anak-anak ini harus bersekolah hingga sore hari maka dua hal sekaligus membebani orang tua. Pertama, bertambahnya kebutuhan uang saku sekolah, kedua berkurangnya penghasilan lantaran berkurangnya tenaga dalam mencari nafkah.

Helmy menyatakan, PBNU meminta pemerintah untuk mengkaji ulang dan membatalkan aturan yang rencananya akan diterapkan pada Juli 2017. Dia bilang, PBNU siap untuk duduk bersama memberikan masukan dan menemukan solusi terbaik bagi kebijakan kontroversial ini.

"Ketegasan dan kearifan sikap pemerintah penting dan harus segera ditunjukkan untuk menghentikan kegaduhan dan menjaga kondusifitas penyelenggaraan pendidikan nasional kita," ujar Helmy, Rabu (14/6).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×