kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.755   0,00   0,00%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Tinjauan ulang Delegated Regulation terbuka dilakukan pada 2021


Jumat, 12 April 2019 / 21:23 WIB
Tinjauan ulang Delegated Regulation terbuka dilakukan pada 2021


Reporter: Grace Olivia | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan Uni Eropa membuka peluang untuk peninjauan ulang (review) terhadap Delegated Regulation.

Review terhadap regulasi tersebut memungkinkan penetapan status minyak sawit mentah (CPO) Indonesia berubah dari sebelumnya berisiko tinggi Indirect Land Use Change (High-Risk ILUC) menjadi komoditas yang berisiko rendah Indirect Land Use Change (Low-Risk ILUC).

"Mereka menawarkan untuk membuat platform bersama di mana ada pembahasan-pembahasan bersama, saling kunjung, dan sebagainya yang hasilnya nanti digunakan dalam pembahasan pada tahun 2021," ujarnya, Jumat (12/4).

Darmin menjelaskan, tawaran UE tersebut akan dituangkan dalam proposal tertulis dan disampaikan resmi kepada pemerintah Indonesia. Pemerintah selanjutnya akan merespon tawaran tersebut secara tertulis mengenai persetujuan terhadap mekanisme platform bersama tersebut.

Apa saja substansi dari platform bersama antara Uni Eropa dan Indonesia tersebut, Darmin pun belum tahu pasti. Intinya, platform tersebut bertujuan untuk mengurangi kesenjangan persepsi mengenai industri crude palm oil (CPO) Indonesia yang selama ini sangat besar dengan Uni Eropa.

"Kampanye hitam soal kelapa sawit di Eropa sudah berkalan lama dan masif. Bukan hanya di parlemen, tapi juga di masyarakat dan konsumen," kata Darmin.

Adapun, Darmin menegaskan, segala bentuk komunikasi dan kunjungan-kunjungan yang akan dilakukan kembali antara Uni Eropa dan Indonesia memang tak akan mengubah regulasi RED II.

Upaya tersebut dilakukan dengan tujuan mengeluarkan CPO dari kategori komoditas berisiko tinggi sehingga masih dapat digunakan di Eropa, meski dalam jumlah terbatas.

"Intinya mereka ingin mendapat informasi baru, data baru, dengan kunjungan-kunjungan baru lagi nantinya agar persepsi soal kelapa sawit tidak berbeda jauh seperti sekarang," tandas Darmin.

Sebelumnya, Kedutaan Besar Uni Eropa di Indonesia melalui keterangan resmi pada 21 Maret lalu, juga menyatakan hal serupa.

Dalam salah satu poin keterangan tersebut, tertulis bahwa Komisi Eropa akan mengkaji ulang data dan jika perlu metodologinya pada tahun 2021, serta akan melakukan revisi Delegated Act pada 2023.

"Pada saat itu, segala upaya Indonesia, seperti perubahan pada ISPO, moratorium, kebijakan satu peta, atau rencana aksi nasional yang baru-baru ini diterbitkan, akan dipertimbangkan," tulis Kedubes Uni Eropa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×