kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45918,34   9,03   0.99%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tetap izinkan KRL beroperasi, Luhut Pandjaitan: Saya itu anak supir bus AKAP


Minggu, 19 April 2020 / 10:47 WIB
Tetap izinkan KRL beroperasi, Luhut Pandjaitan: Saya itu anak supir bus AKAP
ILUSTRASI. Luhut Binsar Pandjaitan


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Koordinator Kemaritiman dan pelaksana tugas Menteri Perhubungan Luhut Binsar Pandjaitan membeberkan alasannya tetap mengizinkan Kereta Rel Listrik (KRL) Jabodetabek di tengah pandemi virus corona.

Bahkan setelah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengusulkan agar operasional KRL ini dihentikan untuk mencegah penyebaran covid-19.

Luhut mengatakan, ia tetap mengizinkan KRL Commuter Line Jabodetabek tetap beroperasi atas alasan kemanusiaan. Ia mengatakan, sebagai anak mantan supir bus AKAP di Sibualbuali, ia paham betul kehidupan masyarakat kecil yang hidupnya semakin sulit di  masa pandemi ini. Kalau misalkan KRL juga dihentikan operasionalnya, maka hidup mereka akan semakin merana.

Bus AKAP merupakan perusahaan transportasi angkutan umum Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) di wilayah Sumatra.

"Jadi kalau mau dibilang, saya adalah anak sopir bus AKAP dan dilahirkan dari seorang Ibu yang tangguh meskipun tidak tamat Sekolah Rakyat. Masa kecil saya juga dihabiskan dengan merantau, karena Ayah dan Ibu saya ingin mencari penghidupan yang lebih baik," tulis Luhut di facebook miliknya, Minggu (19/4).

Baca Juga: Ini alasan Luhut Panjaitan tetap izinkan KRL Jabodetabek tetap beroperasi terbatas

Dengan melihat kesulitan hidup yang pernah ia alami bersama orang tuanya tersebut, Luhut mengambil keputusan untuk tidak menghentikan operasional KRL Jabodetabek.

Selain itu, Luhut juga ingat pesan Presiden Joko Widodo kepada mereka para menterinya. Luhut mengatakan, Jokowi berpesan agar dalam setiap pengambilan keputusan, selalu mempertimbangkan sisi kehidupan rakyat yang paling sulit dan paling terkena dampak dari pandemi Covid-19.

"Memang pandemi ini membawa dampak yang signifikan bagi seluruh rakyat Indonesia, namun ada di antara kita yang paling rentan terkena dampaknya," tambah Purnawirawan Jenderal ini.

Salah seorang netizen bernama Andreas Harsoon memuji penjelasan Luhut tersebut.  Ia mengatakan, ini argumentasi yang baik. "Jauh lebih baik daripada lapor ke polisi soal pencemaran nama baik. Sekaligus keterangan ini menjelaskan dilema Kementerian Perhubungan, atau pembuat kebijakan mana pun, yang harus mengarungi krisis kesehatan dan krisis ekonomi," ujarnya.

Menurutnya, ini ibarat buah simalamaka. Dimakan ibu mati, tak dimakan ayah mati. Dengan pilihan yang simalakama tersebut, pegangannya adalah hak asasi manusia, paling penting adalah hak hidup.

Baca Juga: Kemenhub: Ada potensi pemerintah larang mudik Lebaran tahun ini

"Pemerintah harus transparan, harus sediakan statistik yang akurat, penjelasan yang rutin setiap hari, mengajak semua warga untuk memahami buah simalakama. Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing," sarannya.

Sementara netizen lainnya bernama Andri Sudibyo mengusulkan agar frekuensi KRL tetap dijaga supaya kepadatan penumpang tidak terjadi.

"Sebagai public facility beroperasi tidak untuk keuntungan, janganlah frekuensi kapasitas dikurangi sehingga masyarakat mengantri di sini bisa berakibat penularan covid. PSBB dilakukan tidak untuk mematikan perekonomian tapi untuk mengurangi risiko kontak manusia," jelasnya.

KRL COMMUTER LINE

Berikut penjelasan lengkap Luhut soal kebijakan KRL di masa pandemi corona:

Di usia yang sudah cukup tua ini, saya masih seringkali teringat pada kenangan masa kecil dan kehidupan bersama orang tua saya di Simargala, Toba Samosir. Saya menjalani kehidupan masa kecil bersama orang tua dan adik-adik dalam keadaan yang sangat sulit, karena Ayah saya adalah satu-satunya pencari nafkah dalam keluarga dengan menjadi sopir bus AKAP di Sibualbuali. Gaji beliau hanya cukup untuk kami makan sehari-hari kami. Jadi kalau mau dibilang, saya adalah anak sopir bus AKAP dan dilahirkan dari seorang Ibu yang tangguh meskipun tidak tamat Sekolah Rakyat.

Masa kecil saya juga dihabiskan dengan merantau, karena Ayah dan Ibu saya ingin mencari penghidupan yang lebih baik. Kesulitan dan perjuangan hidup yang saya alami bersama orang tua inilah, yang kemudian selalu saya jadikan pegangan dalam merumuskan berbagai kebijakan yang terkait dengan hajat hidup masyarakat Indonesia seluruhnya. Apalagi di tengah badai pandemi Covid-19 yang sedang melanda negara kita saat ini, yang memang membawa dampak yang cukup signifikan terutama dalam penghidupan masyarakat Indonesia secara keseluruhan.

Seringkali, di sela-sela waktu senggang seperti hari Minggu ini, saya menyempatkan untuk melihat kanal media sosial saya, dan membaca kolom komentar di setiap postingan maupun pesan di kotak masuk. Banyak aspirasi dari mulai kritik hingga dukungan disampaikan oleh masyarakat Indonesia, yang terkait dengan kebijakan pemerintah. Semuanya selalu saya jadikan pertimbangan untuk merumuskan kebijakan yang akan saya ambil.

Saya mendapatkan laporan dari banyak pihak bahwa penumpang KRL Commuter Line Jabodetabek mayoritasnya adalah pekerja, dan banyak pula pekerja di sektor usaha yang masih diizinkan beroperasi selama PSBB. Seperti yang kita semua tahu bahwa masih ada 8 sektor usaha yang diizinkan beroperasi selama masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) seperti yang bergerak di bidang kesehatan hingga pangan, sehingga masih membutuhkan moda transportasi massal seperti KRL untuk berangkat ke tempat kerja mereka.

Saya pun juga mendapatkan informasi dan aspirasi dari beberapa masyarakat di kanal media sosial saya lewat pesan masuk, beberapa dari mereka adalah tenaga medis yang setiap hari nya harus berangkat dari Jakarta menuju Rumah Sakit tempat dirinya bertugas di wilayah Bekasi. Jika KRL Commuter Line Jabodetabek tidak beroperasi, maka dirinya akan semakin sulit menjangkau tempat kerjanya.

Kemudian ada pula pekerja pabrik yang juga sehari-hari bahkan di saat PSBB seperti ini pun, masih harus berangkat ke tempat kerja dan menggunakan KRL Commuterline sebagai satu-satunya alat transportasi ke tempat kerja. Banyak dari mereka menyampaikan kepada saya agar KRL Commuter Line Jabodetabek tetap beroperasi saat PSBB ini diberlakukan.

Ada satu pesan yang masuk dan membuat saya begitu haru, ketika seorang Ibu pekerja yang tinggal di Bekasi dan setiap harinya harus naik KRL Commuterline Jabodetabek menuju Jakarta untuk sampai di tempat kerjanya. Saat menuliskan pesan kepada saya, Ibu tersebut berkata dirinya sedang berada di stasiun KRL dan sedang kebingungan bagaimana caranya sampai ke tempat kerja jika pemerintah kemudian menghentikan operasional KRL Commuter Line Jabodetabek di saat PSBB, sementara suaminya sudah dirumahkan tanpa digaji akibat imbas pandemi Covid-19 ini.

Ibu tersebut kemudian bertanya juga, bagaimana ia harus menghidupi keluarga dan anak-anaknya jika dirinya tidak punya akses untuk pergi ke tempat kerja? Membaca pesan dari ibu ini, batin saya disergap rasa haru dan seketika teringat perjuangan kedua orang tua saya dalam menghidupi ke-empat anak-anaknya agar tetap bisa makan setiap hari dan mendapat pendidikan yang layak meskipun hidup mereka serba sulit. Terlebih di saat ini, jumlah Ibu bekerja semakin banyak dan kaum Ibu juga menjadi tulang punggung membantu perekonomian keluarga dengan ikut andil dalam mencari nafkah.

Saya pun teringat pesan Presiden Joko Widodo kepada kami para menterinya, agar dalam pengambilan keputusan di saat-saat seperti ini selalu mempertimbangkan sisi kehidupan rakyat yang paling sulit dan paling terkena dampak dari pandemi Covid-19.

Memang pandemi ini membawa dampak yang signifikan bagi seluruh rakyat Indonesia, namun ada di antara kita yang paling rentan terkena dampaknya. Mereka-mereka inilah yang patut kita perhatikan dan kita bantu dengan berbagai bantuan langsung melalui Jaring Pengaman Sosial yang kita susun bersama untuk masyarakat yang rentan terdampak jika PSBB diberlakukan, karena mereka masih harus bekerja dan keluar rumah. Jika tidak, mereka terancam tidak bisa menghidupi keluarganya.

Hal inilah yang kemudian menjadi dasar pertimbangan saya untuk tidak terburu-buru mengambil tindakan. Karena sebuah kebijakan harus dipikirkan secara matang dengan mempertimbangkan sisi positif dan negatifnya, untuk dicari jalan tengah yang paling baik.

Atas dasar segala pertimbangan itulah kemudian operasional KRL Commuter Line Jabodetabek tetap berjalan seperti sedia kala dengan pembatasan waktu dan pengendalian penumpang, setidaknya sampai Bantuan Sosial (Bansos) dari pemerintah sudah diterima masyarakat.

Kami akan selalu mengevaluasi langkah-langkah dari setiap kebijakan yang diambil karena hari ini setiap kebijakan harus ditentukan dan dilakukan secara cepat tanpa perlu ada satu bagian masyarakat yang disulitkan oleh kebijakan yang kami buat bersama. Saya pun berharap masyarakat dan petugas KRL Commuter Line Jabodetabek untuk selalu memperhatikan dan melaksanakan protokol kesehatan yang berlaku seperti penggunaan masker dan menjaga jarak.

Di akhir, saya ingin menyampaikan harapan saya kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk tetap saling menjaga di tengah situasi pandemi seperti saat ini dengan memperhatikan dan membantu keluarga, sanak saudara, bahkan tetangga yang mungkin saja di tengah situasi sulit ini, kehidupan mereka lebih sulit lagi.

Saya sebagai bagian dari pemerintah Indonesia akan terus berupaya mencari jalan tengah yang paling sedikit mudarat serta paling besar manfaatnya untuk masyarakat Indonesia. Jadi saya titip pesan, tidak ada yang perlu dibenturkan antara satu kebijakan dengan kebijakan lainnya. Kita semua bekerja semaksimal mungkin agar pandemi Covid-19 bisa kita atasi bersama-sama.

Baca Juga: PSBB Jakarta kemungkinan diperpanjang, ganjil genap mengikuti

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×