Reporter: Ahmad Febrian | Editor: Ahmad Febrian
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia kini menghadapi epidemi obesitas yang kian mengkhawatirkan. Hampir satu dari empat orang dewasa (23,4%) terdampak. Kondisi ini menelan biaya lebih dari Rp 24 triliun per tahun dalam layanan kesehatan dan hilangnya produktivitas.
Krisis ini, yang juga bagian dari lonjakan penyakit tidak menular (PTM) secara global. Secara global, lebih dari 890 juta orang dewasa hidup dengan obesitas dan 2,5 miliar orang mengalami kelebihan berat badan.
Penyakit tidak menular (PTM)—termasuk diabetes, penyakit kardiovaskular, kanker, dan gangguan pernapasan—menyebabkan 75% dari seluruh kematian di dunia. Obesitas sebagai salah satu faktor risiko utamanya.
Banyak orang masih beranggapan obesitas semata-mata akibat kurangnya kemauan, disiplin yang lemah, atau sesuatu yang bisa diatasi hanya dengan diet dan olahraga. Padahal, obesitas adalah penyakit kronis yang dibentuk oleh jalur hormonal, metabolik, dan neurologis yang kompleks.
Faktor gaya hidup seperti pola makan dan aktivitas fisik memang berperan, tapi sains menunjukkan kondisinya jauh melampaui pilihan individu. Mekanisme biologis yang mengatur nafsu makan, keseimbangan energi, dan cara tubuh menyimpan lemak membuat obesitas sulit dikendalikan hanya dengan “niat kuat”.
Baca Juga: Menkes Budi: Obesitas Bisa Sebabkan Kematian Sebelum Penderitanya Capai Usia 74 tahun
Hal inilah yang juga menjelaskan mengapa obesitas sangat meningkatkan risiko hipertensi, sleep apnea, kanker, dan gangguan muskuloskeletal. Karena itu, mengakui obesitas sebagai penyakit menjadi kunci untuk mendorong pencegahan berbasis bukti, intervensi dini, dan perawatan jangka panjang yang efektif.
Maka, Pedoman Nasional Pelayanan Klinis (PNPK) Obesitas hadir dengan jalur penanganan yang jelas dan berbasis bukti, mencakup diagnosis, pengobatan, hingga tindak lanjut. Kerangka ini membantu dokter menstandarkan pelayanan dan mengintegrasikan manajemen obesitas secara sistematis dalam praktik medis.
Penanganan obesitas yang efektif juga membutuhkan lingkungan regulasi yang mendukung—yang tidak hanya menjamin keselamatan pasien, tetapi juga membuka ruang bagi inovasi di bidang kesehatan. Dengan regulasi yang lebih kuat, Indonesia dapat mempercepat riset yang bertanggung jawab sekaligus memperluas pilihan
Pemerintah daerah akan memegang peran penting di masa depan. Di kawasan perkotaan—tempat prevalensi obesitas meningkat paling cepat—terdapat peluang untuk memelopori inisiatif pengelolaan berat badan melalui edukasi, perencanaan tata kota yang mendukung, serta akses yang lebih baik terhadap gizi seimbang dan aktivitas fisik.
Obesitas adalah penyakit serius dan kronis yang membutuhkan solusi jangka panjang berbasis sains. "Fokus kami mendukung upaya menghadirkan inovasi global terbaru dalam penanganan obesitas ke Indonesia,” papar General Manager Novo Nordisk Indonesia, Sreerekha Sreenivasan, Kamis (25/9).
Selanjutnya: 5.000 Pelari Ramaikan wondr ITB Ultra Marathon 2025, 32 Guru Besar Ikut Ambil Bagian
Menarik Dibaca: Tayang 2 Oktober, Begini Sinopsi Film Tukar Takdir
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News