kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,20   -16,32   -1.74%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tertekan pandemi Covid-19, gelombang PHK diprediksi bakal semakin marak


Senin, 22 Juni 2020 / 13:59 WIB
Tertekan pandemi Covid-19, gelombang PHK diprediksi bakal semakin marak
ILUSTRASI. Gelombang PHK diperkirakan semakin sering terdengar mengingat mengingat tekanan pandemi Covid-19 semakin berat.


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di sejumlah perusahaan diperkirakan akan semakin sering terdengar. Kondisi ini dinilai wajar terjadi mengingat tekanan pandemi Covid-19 terhadap perekonomian semakin berat.

Pengamat Kebijakan Publik dan Ekonomi Universitas Indonesia (UI) Harriyadin Mahardika mengatakan, rasionalisasi sumber daya manusia (SDM) yang terjadi di berbagai perusahaan adalah hal lumrah terjadi lantaran banyak sektor yang mengalami penurunan permintaan akibat meluasnya pandemi Covid-19.

“PHK jadi pilihan sulit yang tidak bisa dihindari lagi. Tentunya perusahaan akan fokus pada keberlangsungan bisnis jangka panjang dan efisiensi SDM ini pilihan paling logis," kata Mahardika, Minggu (21/6).

Baca Juga: Temuan KPK kartu prakerja bermasalah, rekomendasi tunda sementara pelaksanaan

Sementara Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam dalam Townhall Meeting virtual pada Jumat (19/6) telah memprediksi, ekonomi di kuartal II 2020 bakal terkontraksi hingga minus 3,8%. "Kuartal II ini, kita akan menghadapi tekanan yang tidak mudah. Kemungkinan kita akan dalam kondisi pertumbuhan ekonomi negatif. Estimasi Badan Kebijakan Fiskal (BKF) minus 3,8%," kataya.

Harryadin pun meminta pemerintah agar tanggap terhadap situasi yang memburuk ini. “Paket stimulus yang tengah digodok pemerintah harus tepat sasaran, terutama diarahkan ke sektor yang menyerap banyak tenaga kerja agar kondisi pelaku bisnis cepat pulih dan kembali dapat menyerap tenaga kerja,” jelas Harryadin.

Harryadin menambahkan, dalam situasi krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19 seperti saat ini, perusahaan cenderung fokus memperkuat bisnis intinya. Dampaknya, bisnis atau layanan lain akan ditutup, sehingga keberlangsung bisnis secara jangka panjang lebih aman.

"Dalam situasi krisis, tidak mungkin perusahaan akan menaikkan harga, karena daya beli juga menurun. Efisiensi dengan memangkas layanan adalah opsi yang wajar dilakukan agar perusahaan bisa terus mempertahankan bisnisnya," tambahnya.

Ekonom Indef Bhima Yudhistira memperkirakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) masih akan berlangsung sebagai dampak dari kebijakan berbagai perusahaan untuk menutup sejumlah layanan mereka dan memperkuat bisnis inti.
 
“Sebagai dampak dari penerapan strategi kembali ke bisnis inti itu, gelombang PHK tidak akan berhenti di tahun ini. Angka pengangguran maupun tingkat kemiskinan akan meningkat,” jelasnya saat dihubungi belum lama ini.
 
Bhima menilai, kondisi yang terjadi di berbagai perusahaan ini harusnya segera ditanggapi pemerintah dengan memperbesar stimulus mengingat realisasi stimulus bagi dunia usaha masih rendah.

Menurut dia, saat ini yang krusial adalah bagaimana mendorong daya beli masyarakat sehingga pada akhirnya, menopang keberlangsungan dunia usaha. “UMKM kita belum semua berhasil mendapat relaksasi kredit. Di Malaysia, UMKM itu bahkan dapat memperoleh hibah (pemerintah),” ujarnya.

Baca Juga: 164.450 korban PHK terima bantuan sembako dari Kemensos

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×