Reporter: Dadan M. Ramdan | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah mesti serius dalam menangani gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di sejumlah sektor industri. Pasalnya, dapat berdampak pada bertambahnya jumlah pengangguran berujung pada meningkatnya angka kemiskinan di Tanah Air.
"Kalau angka penanguran dan jumlah penduduk miskin bertambah, tentunya berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi," kata Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah kepada KONTAN, Rabu (3/7/2024).
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa hingga Februari 2024 jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,2 juta orang. Sedangkan tingkat pengangguran Terbuka (TPT) Indonesia pada Februari 2024 mencapai 4,82%.
Baca Juga: Target Pertumbuhan Ekonomi 5,3%-5,6% pada 2025 Dinilai Tak Realistis
Jumlah tersebut menurun sekitar 790.000 orang dari periode yang sama tahun sebelumnya dengan TPT 5,45%. Kendati demikian, angka tersebut masih dinilai tinggi, apalagi kalau dilihat angka setengah menganggur jumlahnya sebanyak 12,11 juta orang.
Trubus menjelaskan, PHK tentunya menyebabkan bertambahnya jumlah pengangguran. Adapun korelasinya bisa berpotensi menambah angka kemiskinan lantaran daya beli masyarakat yang menurun, sedangkan biaya kebutuhan meningkat.
Pada akhirnya, juga akan berpengaruh pada pertumnuhan ekonomi. Dengan kondisi sektor industri yang demikian, maka terget pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan pemerintahan baru sebesar 7% bakal semakin berat ketika angka pengangguran dan kemiskinan berdanbah.
"Untuk mengejar pertumbuhan ekonomi 5% saja sudah berdarah-darah karena memang kondisi ekonomi global juga tak membaik," ungkap Trubus.
Yang terang, marak PHK di sektor industri juga berdampak negatif terhadap minat dan iklim investasi di Indonesia, terutama di sektor manufaktur. Untuk itu, pemerintah harus memperkuat kapasitas UMKN, selain menjaga kelangsungan usaha di industri padat karya dan manufaktur demi memperluas serapan tenaga kerja.
Baca Juga: Ekonom Sebut Target Pertumbuhan Ekonomi 8% Prabowo-Gibran Sulit Tercapai
"Dengan kondisi masyarakat yang mmebutuhkan lapangan kerja, maka fokus pemerintah adalah membuka investasi atau lapangan kerja di manufaktur bukan di sektor padat modal yang serapan tenaga kerjanya rendah," jelasnya.
Selain itu, Trubus bilang, pemerintah harus memberikan proteksi bagi industri dalam negeri terhadap gempuran produk impor. Studi kasus keramik impor asal China yang sangat murah telah memukul industri keramik dalam negeri, sehingga kapasitas produksi anjlok.
"Pemerintah harus mengenakan antidumping dan pajak bea masuk sangat tinggi untuk produk keramik asal China untuk memproteksi industri dalam negeri," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News