kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Target ambisius, BKPM genjot promosi


Selasa, 07 Februari 2012 / 08:37 WIB
Target ambisius, BKPM genjot promosi
ILUSTRASI. Intip harga mobil bekas Honda Freed di bulan Februari 2021, kian terjangkau


Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Djumyati P.

JAKARTA. Di tengah berbagai masalah internal yang melanda Indonesia dan kondisi krisis ekonomi global, target realisasi investasi tahun ini yang sebesar Rp 290 triliun terbilang ambisius. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Gita Wirjawan mengakui, target tersebut ambisius namun bisa dicapai dengan promosi ke berbagai negara yang meyakinkan.

Gita mengatakan, saat ini pemerintah juga mencari pasar baru di luar negara-negara tradisional yang memang sudah menanamkan investasinya di Indonesia. Negara-negara yang sedang dibidik untuk menanamkan investasinya itu antara lain India, Korea Selatan, China, dan Jerman. Keempat negara tersebut adalah negara-negara yang mengalami pertumbuhan positif di dunia. “Target ambisius, tapi kami optimistis. Rencananya, kami akan mendirikan kantor cabang di kota Mumbai, Frankfurt, Seoul, dan Beijing,” ujar Gita di gedung DPR-RI, Jakarta, Senin (6/2).

Direktur Promosi BKPM Indra Darmawan mengatakan, Korea Selatan merupakan salah satu negara yang minat investasinya sangat pesat di Indonesia. Terlebih, pertumbuhan ekonomi negara tersebut juga tinggi. Di luar itu, negara yang masih potensial untuk investasi adalah Abu Dhabi, Australia, Amerika Serikat, Taiwan, dan Singapura. “Ini untuk mengejar target investasi baru di negara-negara yang potensial, tetapi belum banyak berinvestasi di Indonesia,” tandasnya.

Indra mengatakan, BKPM juga tidak hanya fokus pada promosi dan ekshibisi yang luas tetapi juga mendorong masuknya investasi di sektor-sektor tertentu seperti baja, jasa, atau otomotif. Sementara sektor yang masih menjadi pendorong utama adalah pangan, infrastruktur, dan energi.

Gita mengatakan, saat ini promosi yang paling potensial dilakukan adalah mengumpulkan testimoni dari perusahaan-perusahaan besar yang sedang berinvestasi di Indonesia. Mereka bisa menjadi sarana untuk memberikan bukti kalau iklim investasi di Indonesia mulai membaik. Gita menceritakan, saat ini pihaknya sudah mendapat persetujuan dari beberapa perusahaan yang ingin memberikan testimoninya untuk Indonesia. Dia bilang, iklim investasi di Indonesia sudah mulai membaik dibandingkan dengan India yang notabene negara dengan pertumbuhan ekonomi tinggi. “Kita lebih baik dari India. Padahal Pertumbuhan ekonominya lebih tinggi India,” tandasnya.

Di samping itu, untuk mendorong target investasi pemerintah juga tengah memfokuskan diri untuk mendorong proyek-proyek Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) yang selama ini masih mangkrak. Gita mengatakan, dengan momentum yang dicapai dengan predikat investment grade, pemerintah harus serius mengambil sikap mengenai KPS. “Ini dengan suksesnya proyek PLTU 2 x 10.000 MW di Jateng, jangan sampai momentumnya hilang kepada kita untuk merealisasikan proyek Umbulan, Tanah Ampo, dan Kualanamu,” tambah Gita.

BKPM juga akan mendorong daerah Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) untuk mendapatkan insentif fiskal dan non fiskal yang lebih istimewa dibandingkan daerah lain. Pasalnya, KEK juga dapat menjadi pendorong bagi investor untuk merealisasikan investasinya. Selain itu, investasi di sektor konsumsi juga perlu diperkuat. Gita bilang, hal ini diakomodasi dengan PP 52 tahun 2011 tentang tax allowance. “Ini sangat mengakomodasi investasi di sektor-sektor yang lebih berkualitas.

Adapun investor yang sudah mengajukan Tax Allowance adalah Hancock. Sementara perusahaan yang sudah mengajukan permohonan tax holiday adalah Posco dengan investasi US$ 6 miliar. “Soal tax allowance, Hancock yang mau bangun pabrik ban mobil juga sudah diproses. Yang sudah terdaftar cuma dua perusahaan itu. Tapi yang sudah mengindikasikan mau di pipeline banyak sekali, bisa puluhan miliar dolar investasinya,” tambahnya.

Meski demikian, Gita mengakui kalau Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) masih menjadi penghambat. Pasalnya hanya segelintir daerah yang baru mengimplementasikan sistem ini. Dia merinci, baru 20 provinsi, 21 kabupaten, dan 2 kota yang mengimplementasikan PTSP. Padahal, dengan PTSP, sistem pelayanan akan lebih mudah dipantau dan meningkatkan iklim berinvestasi. “Ke depannya harus lebih ambisius biar bisa diimplementasikan di beberapa tempat,” pungkas Gita.

Di tempat terpisah, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas Armida S. Alisjahbana mengatakan, diberikannya peringkat investment grade dari dua lembaga pemeringkat internasional Fitch dan Moodys merupakan modal besar bagi Indonesia meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 7% hingga 2014. Dia pun yakin, pertumbuhan investasi masih akan kuat mendorong terbentuknya Produk Domestik Bruto (PDB).

Armida mengatakan, agar dapat mencapai target pertumbuhan ekonomi masalah-masalah penghambat invetasi harus diselesaikan dengan cepat untuk menciptakan iklim yang kondusif. "Indonesia memiliki modal yang memadai untuk mencapai target pertumbuhan 7% pada 2014. permasalahan tumpang tindih lahan, perizinan, dan buruh harus segera dibenahi agar tidak menjadi risiko penghambat pertumbuhan investasi," ungkapnya.

Selain invesment grade, modal lainnya yang bisa meningkatkan investasi tahun ini, kata Armida adalah dselesaikannya Undang-Undang Pengadaan Lahan untuk Pembangunan, dan UU Jaminan Sosial Nasional. "Dengan modal itu, sebenarnya 7% growth pada 2014 itu cukup realistis. Tapi dua hal yang lagi hangat itu, buruh dan lahan harus cepat ada solusi, " ujar Armida.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×