Reporter: Noverius Laoli | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Mantan hakim di Bengkulu bernama Pahala Shetya Lumbanbatu menggugat Komisi Yudisial (KY), Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Majelis Kehormatan Hakim (MKH) Mahkamah Agung (MA).Gugatan tersebut didaftarkan pada 4 April 2014 di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Dia menggugat beberapa instansi tersebut karena tidak terima dipecat dan menuntut ganti rugi Rp 1,4 triliun. Dalam gugatannya, Pahala mengaku sebagai mantan hakim di Pratamadya Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Ia menerima gaji dan tunjangan sebesar Rp 13,5 juta per bulan. Kemudian pada 29 Agustus 2013 dipanggil KY atas aduan masyarakat dan dituding melanggar kode etik.
Pahala bilang, ia tidak terima keputusan MKH yang memberhentikannya secara tidak hormat. Ia menilai putusan itu terkesan dipaksakan dan mengada-ngada. Akibat putusan itu, Pahala mengaku sangat dirugikan. "Keputusan para tergugat secara yuridis telah melanggar prosedur hukum," ujarnya saat sidang pertama di PN Pusat, Senin (23/6).
Ia keberatan atas putusan yang menuduh dirinya sebagai pengguna narkoba. Ia mengaku tidak pernah tertangkap tangan tengah memakai narkoba. Dia juga tidak pernah menerima surat hasil pemeriksaan BNN, namun tiba-tiba keluar pernyataan bahwa ia mengkonsumsi narkoba. Di sisi lain putusan MKH yang memberhentikan dirinya belum juga diterima salinan putusannya hingga saat ini.
Pahala mengklaim mengalami kerugian materil dan immateril atas putusan tersebut. Kerugian materil sebesar Rp 4,86 miliar. Kerugian itu berasal dari gaji yang harusnya dia terima dengan masa kerja 30 tahun. Ia juga mengklaim mengalami kerugian immateril sebesar Rp 1 triliun.
Karena itu, ia meminta majelis hakim menerima dan mengabulkan gugatannya dan menghukum para tergugat dengan nilai total Rp 1,4 trilium dan menyatakan sidang pleno KY nomor 127/SP.KY/X/2013 pada 28 Oktober 2013 tidak sah. Dan meminta agar memulihkan nama dan jabatannya.
Kuasa hukum MA enggan menanggapi gugatan tersebut. Ia bilang MA siap menjalankan dan mengikuti proses hukum yang berlaku. "Nanti komentarnya saya sampaikan di persidangan," ungkap kuasa hukum bernama Siagian itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News