Reporter: Fauzan Zahid Abiduloh | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menyusul kenaikan Sovereign Credit Rating (SCR) Indonesia oleh Moody's per 13 April 2018, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) optimistis arus dana asing akan semakin mudah didapat. Namun, adanya kampanye politik di tahun ini membuat API urung menyegerakan ekspansi bisnis.
Ketua Umum API, Ade Sudrajat, mengatakan, pihaknya mengapresiasi kenaikan rating utang Indonesia. Pemerintah dinilai sudah baik dalam mengelola keuangan negara. Pemerintah juga dinilai telah mengolah regulasi makroekonomi yang baik dan kondusif dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
"Ini jelas sebuah prestasi. Sekarang tinggal bagaimana meningkatkan ekonomi dalam negeri, untuk ekspor," katanya.
Kendati begitu, momen ini tidak serta merta membuat pemerintah dan swasta berlomba-lama dalam utang.
Terlebih untuk swasta, adanya peraturan Bank Indonesia (BI) Nomor 16/21/PBI/2014 tentang prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Luar Negeri Korporasi Nonbank (KPPK) menjadi alasan tersendiri untuk tidak segera meminjam dana asing.
"Dilihat kebutuhannya. Sekarang ada aturan dari BI yang mengatur swasta untuk tidak seenaknya pinjam dana luar negeri," jelasnya.
Regulasi tersebut memang terbukti ampuh meredam tren utang luar negeri swasta. Per kuartal IX 2016, utang luar negeri hanya tumbuh 5,6% dari kuartal IX 2010 hingga 2014 yang biasanya dapat mencapai 17,9%.
Selain itu, Ade juga mengatakan adanya kampanye politik menyongsong Pemilu dan Pilkada menjadi faktor lain sektor tekstil urung meminjam dana asing di tahun ini.
"Kalau dari tekstil, belum ada rencana pinjam dana asing. Tahun ini tahun politik. Pilkada DKI saja sudah mencekam, apalagi nanti skalanya nasional. Kita tunggu tahun depan," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News