kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.794   1,00   0,01%
  • IDX 7.470   -9,22   -0,12%
  • KOMPAS100 1.154   0,14   0,01%
  • LQ45 915   1,41   0,15%
  • ISSI 226   -0,75   -0,33%
  • IDX30 472   1,48   0,31%
  • IDXHIDIV20 570   2,21   0,39%
  • IDX80 132   0,22   0,17%
  • IDXV30 140   0,97   0,69%
  • IDXQ30 158   0,51   0,33%

Tahun ini, DPR sahkan revisi UU Perindustrian


Senin, 28 Januari 2013 / 16:23 WIB
Tahun ini, DPR sahkan revisi UU Perindustrian
ILUSTRASI. Ekonomi sirkular jadi strategi pemerintah keluar dari krisis akibat Covid-19


Reporter: Arif Wicaksono | Editor: Edy Can


JAKARTA. DPR menargetkan pengesahan Revisi Undang-Undang Perindustrian pada akhir 2013 mendatang. Ketua Komisi VI DPR Airlangga Hartarto berharap undang-undang ini bisa mendukung terwujudnya industri yang berdaya saing tinggi.

Dia mengatakan, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian sudah tidak sesuai dengan perubahan paradigma pembangunan industri. "Saat ini masih mendengar masukan dari pakar, targetnya maksimal akhir tahun 2013 sudah selesai," ujarnya kepada KONTAN, Senin (28/1).

Menurut Airlangga, untuk meningkatkan kualitas industri dalam negeri, akan diatur mengenai standar industri dalam negeri. Standar yang digunakan dalam standardisasi industri berupa Standar Nasional Indonesia(SNI), spesifikasi teknis, dan pedoman tata cara.

Berdasarkan draft naskah akademik RUU Perindustrian yang diterima KONTAN, aturan ini juga akan mengatur tentang sumber pembiayaan. Dimana pemerintah berwewenang mengalokasikan kemudahan pembiayaan berupa penyertaan modal, keringanan bunga pinjaman, potongan harga pembelian mesin dan peralatan kepada perusahaan industri swasta.

Pengalokasian pembiayaan atau kemudahan pembiayaan kepada perusahaan industri swasta dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara(APBN). RUU Perindustrian juga mengamanatkan pembentukan lembaga pembiayaan pembangunan industri.

RUU Perindustrian juga akan mengatur tentang pemberdayaan industri kecil dan menengah termasuk adanya kewajiban industri untuk menggunakan produk dalam negeri. Penggunaan produk dalam negeri wajib dilakukan oleh lembaga negara, Badan Usaha Milik Negara(BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah(BUMD) serta, Badan Usaha Milik Swasta yang dalam pengadaan barang/jasa menggunakan dana APBN atau melalui kerjasama dengan pemerintah. "Nantinya industri dalam negeri harus mengutamakan penyediaan produk yang bernilai tambah," ujarnya.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri(Kadin) bidang Industri, Riset, dan Teknologi, Bambang Sujagad, mengatakan, UU tentang Perindustrian yang baru nantinya harus fokus mengatur wilayah industri. "Jangan masuk ke ranah pembiayaan yang merupakan wewenang Bank Indonesia(BI) dan ranah UKM," ujarnya.

Menurut Bambang, hal ini agar tidak membingungkan pelaku industri dalam hal pelaksanaan peraturan. Ia juga mengatakan, saat ini pelaku industri harus memperhatikan banyak peraturan dari lintas Kementerian, seperti penggunaan listrik di Kementerian ESDM.

Bambang menuturkan, untuk poin kewajiban penggunakan produk dalam negeri merupakan usulan lama. Ia, menilai usulan tersebut sampai saat ini belum terlaksana, sehingga pengusaha meminta komitmen pemerintah.

Bambang menambahkan, dalam UU tentang Perindustrian seharusnya tidak menyebutkan pasal sanksi pidana. Ia beranggapan, sanksi berupa pencabutan izin usaha sudah cukup untuk mematikan perusahaan yang melanggar peraturan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×