Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Meskipun transaksi berjalan mengalami defisit, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) bisa mempertahankan posisi surplus yang didapatnya sejak tahun lalu. Surplus neraca pembayaran ini disinyalir bisa terjadi selama tiga bulan pertama 2015. Bank Indonesia (BI) secara resmi akan mengumumkan NPI terbaru pada pekan ini.
BI memprediksi NPI pada triwulan pertama akan mengalami surplus, kendati nilainya lebih kecil dibandingkan periode sama tahun lalu. "Masih surplus sekitar US$ 1,3 miliar," ujar Juda Agung, Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi Moneter BI, akhir pekan lalu.
Pada triwulan pertama 2014 NPI surplus sebesar US$ 2,07 miliar. Surplus menyusut karena aliran masuk modal asing atawa inflow tertekan selama Maret. Pada bulan itu, inflow hanya US$ 3,5 miliar, kendati dana asing yang keluar dari pasar modal Indonesia mencapai Rp 5,43 triliun.
Penyebab lain penyusutan NPI adalah besarnya nilai pelunasan utang luar negeri dan intervensi terhadap rupiah. Dua aktivitas ini menjadikan cadangan devisa yang pada akhir tahun lalu US$ 111,86 miliar turun sekitar US$ 310 juta menjadi US$$ 111,55 miliar pada akhir Maret 2015. Bandingkan dengan periode sama tahun lalu posisi pundi-pundi cadangan devisa naik dari US$ 99,39 miliar pada akhir Desember 2013 menjadi
US$ 102,59 miliar.
Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih menilai surplus neraca pembayaran yang turun pada tiga bulan pertama ini sebagai pengaruh dari pelemahan rupiah. Neraca modal dan finansial tidak terlalu agresif.
Berdasarkan catatannya, inflow yang masuk dari obligasi tercatat Rp 461,35 triliun atau sekitar US$ 3,3 miliar pada triwulan pertama. Sementara itu dari saham, dana masuk sebesar US$ 884 juta hingga secara total nilai inflow adalah US$ 4,2 miliar.
Menurut Lana, inflow ini cukup besar namun karena rupiah melemah, otoritas moneter melakukan intervensi yang tidak sedikit. Walhasil, surplus NPI mengalami tren relatif stagnan
Isu kenaikan suku bunga Amerika Serikat (AS) membuat inflow portofolio terganggu dan investor menahan diri. Ia menilai, yang bisa dilakukan Indonesia adalah membuat investor masuk dari sisi penanaman modal langsung. Oleh karena itu, pemerintah harus memberikan stimulus untuk mendorongnya.
Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual bilang kondisi NPI tidak akan menjadi masalah asal bisa dijaga dengan baik dan kuncinya adalah pada investasi. Komitmen investasi kemungkinan besar akan mulai terealisasi pada triwulan kedua. Untuk menarik arus masuk investasi, pemerintah harus merealisasikan belanjanya. "Belanja harus lebih merata sehingga permintaan terhadap dollar tidak terkonsentrasi pada satu triwulan," papar David.
Indonesia selama ini bergantung pada investasi portofolio untuk menopang NPI. Dengan adanya gejolak normalisasi bunga di AS, investasi langsung yang diharapkan bisa menjadi menopang apabila dana asing mengalir keluar. Penting bagi pemerintah dan BI untuk menstabilkan situasi ekonomi, hingga arus dana keluar yang terjadi akibat kenaikan bunga di AS, tidak terlalu besar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News