kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Standard Chartered proyeksi ekonomi Indonesia tumbuh 5,1% dan suku bunga naik 25 bps


Jumat, 25 Januari 2019 / 14:07 WIB
Standard Chartered proyeksi ekonomi Indonesia tumbuh 5,1% dan suku bunga naik 25 bps


Reporter: Grace Olivia | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Standard Chartered Bank memproyeksi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia di tahun 2019 akan mengalami moderasi, seiring dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi global. Dalam hitungan Stanchart, pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang tahun ini sekitar 5,1%.

Kepala Ekonom Stanchart Bank Indonesia Aldian Taloputra menjelaskan, ekonomi Indonesia akan tetap tumbuh tahun ini ditunjang oleh keberhasilan proyek infrastruktur nasional, daya beli masyarakat yang meningkat, serta pemulihan investasi swasta untuk mengimbangi permintaan global yang mengalami penurunan.

"Kebijakan fiskal dan moneter yang hati-hati ditunjang dengan reformasi struktural berkelanjutan mestinya mampu meningkatkan sentimen dan kepercayaan investasi. Tahun politik ini juga tentu akan berdampak pada dunia bisnis dan investasi nasional," terang Aldian, saat menyampaikan Global Research Briefing - Economy Outlook 2019, Kamis (24/1).

Permintaan domestik diproyeksi masih akan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi dalam negeri seiring dengan meningkatnya konsumsi rumah tangga. Aldian menilai, daya beli masyarakat relatif terjaga lantaran beberapa hal.

Pertama, pemerintah cukup mampu menjaga kestabilan harga kendati tahun lalu harga minyak dunia melonjak hingga 30% dan nilai tukar rupiah melemah sekitar 6%. "Salah satunya karena pemerintah tidak menaikkan harga BBM sehingga kondisi tersebut tidak begitu terasa oleh konsumen, terlihat dari consumer price index yang turun akhir tahun lalu," ujar Aldian.

Kedua, dari sisi moneter, Stanchart juga tidak melihat adanya dampak yang signifikan dari kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia sebesar 175 basis poin (bps) sepanjang tahun lalu. Dengan begitu, konsumsi rumah tangga pun masih mampu tumbuh dengan stabil.

Selain itu, Stanchart juga meyakini kondisi investasi akan membaik di tahun ini, baik belanja investasi yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasa. Aldian melihat, permintaan kredit dari swasta pun mulai merata yakni tak hanya berasal dari sektor infrastruktur dan pertambangan, tetapi juga dari sektor manufaktur dan perdagangan.

"Seiring upaya pemerintah memperbaiki iklim investasi, seperti lewat insentif pajak dan kepastian berusaha, harapannya investasi swasta akan terus mengalami recovery sehingga growth tetap di 5,1%," kata Aldi.

Proyeksi pertumbuhan Stanchart memang tak seoptimistis proyeksi pemerintah yang mematok PDB tumbuh 5,3% di tahun ini. Sebab, masih ada beberapa faktor risiko yang berpotensi menahan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Di antaranya, defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) yang diperkirakan belum akan membaik secepat yang diharapkan pemerintah. Bank Indonesia menargetkan, sepanjang tahun ini CAD akan menyempit di kisaran 2,5% dari PDB. Sementara, Stanchart menaksir CAD masih akan berada di level 2,7%.

"CAD ini sebagai dampak negatif dari terjaganya pertumbuhan ekonomi, di mana permintaan impor masih akan tinggi, sementara ekspor menurun karena permintaan global pun melemah. Jadi, kami lihat perbaikan CAD tidak akan secepat yang BI perkirakan," lanjut Aldian.

Risiko lainnya, menurut Aldian, ialah berlanjutnya pengetatan moneter oleh Federal Reserve. Meski bank sentral Amerika Serikat (AS) itu memberi sinyal menahan kenaikan suku bunganya, Stanchart memproyeksi kenaikan akan berlanjut di separuh kedua 2019 seiring dengan kondisi pasar tenaga kerjanya yang masih solid sejauh ini.

"Kami lihat di semester-II The Fed akan menaikkan suku bunga sebanyak dua kali dengan besaran masing-masing 25 bps. Bank-bank sentral dunia pun masih akan memperketat likuiditasnya sehingga akan menjadi risiko bagi emerging market," katanya.

Adapun, Aldian memproyeksi, BI juga akan kembali menaikkan suku bunganya sebanyak satu kali pada kuartal-III 2019 sebesar 25 bps. Sementara, tren rupiah diproyeksi masih akan cukup baik dengan kisaran kurs berada pada level Rp 13.800-Rp 14.000 per dollar AS pada semester pertama tahun ini.

Semester kedua, rupiah diperkirakan akan bergerak lebih lemah seiring dengan kenaikan suku bunga The Fed. Stanchart menaksir nilai tukar rupiah berada dalam rentang Rp 14.000-Rp 14.600 per dollar AS hingga akhir tahun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×