Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Narita Indrastiti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah mulai mengkaji sanksi (enforcement) bagi eksportir guna menarik Devisa Hasil Ekspor (DHE) ke dalam negeri serta dikonversikan ke rupiah.
“Nanti kami lihat koordinasi yang sudah dibentuk semenjak rapat terakhir antara BI, Kemkeu, Kemenko Perekonomian, Kemperin, Kemdag. Jadi, kami masih lakukan beberapa tahap lagi,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani di Kantor Kemenko Perekonomian, Jumat (31/8).
“Pokoknya kami akan membuat supaya neraca pembayarannya terutama transaksi perdagangan dan current account jadi lebih baik,” lanjutnya.
Sebelumnya, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwidjono Moegiarso mengatakan, salah satu opsi enforcement yang ada berupa disinsentif bagi para eksportir yang tidak menaruh DHE di perbankan dalam negeri. Nantinya, sanksi tersebut bisa dijalankan oleh Ditjen Bea dan Cukai dalam rangka eksportir ingin mengekspor.
Adapun, data eksportir yang tidak menaruh DHE di perbankan dalam negeri bisa didapatkan oleh Ditjen Bea dan Cukai dari Bank Indonesia (BI). Sebab, eksportir memiliki kewajiban untuk melaporkan DHE ke BI meski tak wajib dikonversikan ke rupiah.
“Ada aturan harus melaporkan DHE oleh BI, ternyata dia tidak memenuhi kewajiban itu, berarti kan tidak comply. Bisa dari BI nanti sistemnya memberi tahu ke Bea Cukai bahwa dia tidakcomply supaya tidak dilayani di Bea Cukai (sebagai disinsentif),” kata Susi.
“Itu pernah dilakukan awal-awal 2011-2012 dulu. Di PMK, memungkinkan untuk Bea Cukai tidak melayani ekspor kalau eksportir tidak comply dengan aturan di K/L terkait. Ini bisa salah satunya BI,” lanjutnya.
Asal tahu saja, Dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 16/10/PBI/2014 Tanggal 14 Mei 2014 Tentang Penerimaan Devisa Hasil Ekspor dan Penarikan Devisa Utang Luar Negeri, eksportir yang yang melanggar kewajiban menyimpan DHE di dalam negeri akan dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar 0,5% dari nilai nominal DHE yang belum diterima dengan nominal paling banyak sebesar Rp 100 juta untuk satu bulan pendaftaran PEB.
BI pun mencatat 90% eksportir sudah membawa DHE untuk masuk ke dalam bank-bank di Indonesia. Hanya saja, cuma 15% hingga 20% eksportir yang mengonversi DHE nya dari dollar ke rupiah. Inilah yang menurut Susi, menjadi masalah.
“Problemnya bukan kewajiban memasukkan. Tidak seperti di Malaysia yang wajib dikonversikan ke ringgit dulu. Di sini, bisa saja masukkan devisa hanya sekejap kemudian dikeluarin lagi. Tapi kalau kewajiban memasukkan devisa ke bank dalam negeri bisa,” kata dia.
Oleh karena itu, kata Susi, butuh enforcement yang lebih mengena guna membawa DHE untuk masuk ke dalam bank-bank di Indonesia ketimbang hanya denda.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News