kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sri Mulyani: Pajak Minimum Global Menjadi Langkah Dunia untuk Sehatkan APBN


Selasa, 22 Maret 2022 / 15:21 WIB
Sri Mulyani: Pajak Minimum Global Menjadi Langkah Dunia untuk Sehatkan APBN
ILUSTRASI. Pajak.


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, ketentuan global minimum taxation atau pajak minimum global menjadi salah satu langkah dunia untuk menyehatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setelah mengalami tekanan akibat krisis pandemi Covid-19.

“Jadi di G20 para menteri keuangan saling lihat bagaimana cara kita me-recover APBN, makanya ada global taxation agreement,” katanya dalam diskusi virtual, Selasa (22/3).

Menurutnya salah satu cara memulihkan APBN adalah dengan adanya ketentuan pajak minimum global yang bertujuan untuk melindungi hak-hak pemajakan setiap yurisdiksi dari praktik Base Erosion and Profit Shifting (BEPS).

Sejauh ini, lanjutnya, banyak perusahaan besar yang memutuskan pindah ke suatu negara dengan pajak lebih rendah demi menghindari pajak yang lebih tinggi di negara awal. 

Baca Juga: Sri Mulyani Pastikan PPN 11% Tak Beratkan Masyarakat Menengah Ke Bawah

"Jadi ini tujuannya untuk menghindarkan para wajib pajak bisa pindah-pindah ke negara dengan pajak lebih rendah," jelas Sri Mulyani.

Akibatnya, upaya penghindaran pajak itu merugikan pendapatan negara, mengingat negara tersebut juga memiliki tanggung jawab untuk membangun infrastruktur, menjaga keamanan dan membuat institusi kesehatan serta pendidikan bagi masyarakatnya.

Untuk itu, Sri Mulyani mengatakan, pemerintah juga terus mendorong penerimaan dari sisi pajak dengan membuat langkah-langkah reformasi perpajakan. 

Reformasi perpajakan menjadi salah satu Langkah, yaitu melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) baik dari sisi Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hingga pajak karbon.

“Sehingga Indonesia memiliki pondasi fiskal lebih kuat. Ini adalah untuk Indonesia selamanya,” imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×