kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,29   2,96   0.33%
  • EMAS1.310.000 -0,23%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sri Mulyani: Jumlah Perokok Anak Meningkat Jadi Salah Satu Alasan Tarif Cukai Naik


Senin, 12 Desember 2022 / 13:46 WIB
Sri Mulyani: Jumlah Perokok Anak Meningkat Jadi Salah Satu Alasan Tarif Cukai Naik
ILUSTRASI. Menteri Keuangan Sri Mulyani saat mengikuti rapat kerja Pemerintah dengan Banggar DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/9/2022). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/YU


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan perokok pada anak di Indonesia menjadi salah satu pertimbangan pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) sebesar 10% pada 2023 dan 2024.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, berdasarkan survei lima tahu terakhir, jumlah perokok anak meningkat dari 2013 yang sebesar 7,8% menjadi 9,1% pada 2018. Untuk itu Ia berharap dengan kenaikan tarif cukai ini dapat mengendalikan konsumsi rokok, karena secara otomatis harga rokok di pasaran mengalami peningkatan.

“Memang diharapkan penerapan cukai akan meningkatkan harga dan bisa mengurangi prevalensi rokok,” tutur Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI Senin, (12/12).  

Adapun Dia menyebut, peningkatan tarif cukai merupakan bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 untuk menaikkan kualitas sumber daya manusia (SDM) melalui penurunan prevalensi prevalensi merokok hingga anak menjadi 8,7% pada 2024.

Baca Juga: Mengukur Dampak Kenaikan Tarif Cukai ke Inflasi dan pertumbuhan Ekonomi

Selain itu, perokok dewasa pun tercatat masih tinggi yakni sebesar 37,6%. Angka tersebut merupakan tertinggi kelima di dunia. Sementara prevalensi perokok laki-laki di Indonesia menjadi yang tertinggi di dunia yaitu 71,3%.

Faktor lain yang menentukan kenaikan tarif cukai adalah, harga rokok di Indonesia yang tergolong murah, jauh di bawah rata-rata harga rokok dunia. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada 2021, harga rata-rata rokok di Indonesia sebesar US$ 2,1. Sedangkan harga tertinggi adalah di Australia, yakni US$ 21.

Selanjutnya, kenaikan tarif cukai ini juga diharapkan agar kemampuan daya beli masyarakat terhadap rokok menurun, sehingga secara otomatis konsumsinya juga menurun. Sebagai contoh pada saat Pemerintah menaikkan cukai rokok dengan cukup tinggi di 2020, bahwa produksi rokok juga menurun cukup drastis, hingga -9,7%.

Kemudian tahun 2021, seiring dengan pemulihan ekonomi kenaikan produksi rokok meningkat hingga sebesar 4%.

“Namun sampai November 2022 ini, kita lihat produksi rokok turun 3,%, karena adanya kenaikan harga per bungkus pada 2021 sebesar 12,1%dan pada 2022 sebesar 12,2%,” imbuh Sri Mulyani.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×